Kepala BPS Suhariyanto. (tangkapan layar Youtube BPS)
JAKARTA, DDTCNews – Lesunya serapan anggaran belanja negara di tengah pandemi Covid-19 yang dikeluhkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpengaruh pada kinerja pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi pemerintah secara tahunan pada kuartal II/2020 mengalami kontraksi hingga 6,9% (yoy). Hal ini berbanding terbalik dibandingkan dengan kuartal II/2019 yang bertepatan dengan penyelenggaraan Pemilu 2019 yang tumbuh 8,23% (yoy).
"Realisasi barang dan jasa terkontraksi karena pandemi yang tidak memungkinkan adanya kegiatan. Sementara realisasi belanja pegawai pada kuartal II/2019 terkontraksi karena adanya perubahan kebijakan mengenai tunjangan hari raya (THR)," kata Kepala BPS Suhariyanto, Rabu (5/8/2020).
Secara lebih terperinci, BPS mencatat realisasi belanja barang dan jasa pada kuartal II/2020 terkontraksi hingga 22,17%. Kemudian, belanja pegawai terkontraksi hingga 10,64%.
Adapun belanja bantuan sosial pada kuartal II/2020 mampu tumbuh pesat hingga 55,87%. Meski demikian, pertumbuhan bantuan sosial ini masih belum mampu mencegah terkontraksinya konsumsi pemerintah di masa pandemi dibandingkan dengan masa Pemilu 2019.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi berulang kali mengeluhkan rendahnya serapan anggaran belanja, terutama terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 yang mencapai Rp695 triliun. Jokowi menyoroti realisasi dana stimulus Covid-19 yang baru terealisasi senilai Rp141 triliun atau 20,2% dari yang telah dianggarkan.
Lebih lanjut, masih terdapat 40% dari total anggaran tersebut yang belum memiliki daftar isian penggunaan anggaran (DIPA). "Hati-hati ini, yang belum ada DIPA-nya saja gede sekali 40%. DIPA-nya belum ada. DIPA saja belum ada, bagaimana mau realisasi?" kata presiden dalam pembukaan rapat terbatas, Senin (3/8/2020).
Menurut Jokowi, masih banyak pejabat pada kementerian/lembaga (K/L) yang belum sepenuhnya memahami saat ini adalah situasi krisis. Masih banyak pejabat K/L yang terjebak dengan pekerjaan rutin dan tidak secara serius mencari langkah cepat untuk menangani krisis. (kaw)