RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 atas Dividen, Jasa Instalasi, dan Iklan

DDTC Fiscal Research and Advisory
Kamis, 08 Februari 2024 | 17.00 WIB
Sengketa PPh Pasal 23 atas Dividen, Jasa Instalasi, dan Iklan

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 atas dividen, jasa instalasi, dan iklan.

Otoritas pajak menilai terdapat objek PPh Pasal 23 atas dividen yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) oleh wajib pajak. Selain itu, otoritas pajak juga menilai wajib pajak belum memotong PPh Pasal 23 dan melaporkannya dalam SPT atas biaya jasa instalasi dan pemasangan iklan.

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat pihaknya tidak melakukan pembagian laba dalam bentuk dividen sehingga tidak terutang PPh Pasal 23. Selain itu, wajib pajak juga menyatakan bahwa tidak ada objek PPh Pasal 23 yang terutang atas jasa instalasi dan pemasangan iklan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi DPP PPh Pasal 23 atas dividen, jasa instalasi, dan iklan yang ditetapkan oleh otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Berkaitan dengan koreksi PPh Pasal 23 atas dividen, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan otoritas pajak tidak dapat memberikan bukti yang mendukung koreksi pajak yang dilakukan. Hal tersebut dikarenakan otoritas pajak tidak dapat membuktikan adanya rapat umum pemegang saham (RUPS) yang menjadi dasar pembagian laba berupa dividen bagi pemegang saham.

Kemudian, untuk koreksi PPh Pasal 23 atas jasa instalasi dan pemasangan iklan, transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan pihak ketiga terbukti berupa pembelian peralatan instalasi listrik dan air. Padahal, wajib pajak tidak pernah menerima jasa instalasi listrik dan air. Sementara itu, biaya pemasangan iklan merupakan biaya yang seharusnya tidak dikenakan PPh Pasal 23.

Berdasarkan pada uraian di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 52453/PP/M.VB/12/2014 pada 12 Mei 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 3 Juni 2014.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi DPP PPh Pasal 23 atas dividen senilai Rp32.500.000.000 dan biaya jasa instalasi dan iklan senilai Rp36.308.500.

Pendapat Pihak Yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat 2 pokok sengketa, pertama, koreksi objek PPh Pasal 23 atas dividen senilai Rp32.500.000.000.

Persoalan dalam sengketa ini berkaitan dengan perbedaan pendapat atas laba yang diperoleh Termohon PK. Dalam hal ini, Pemohon PK menyatakan terdapat laba perusahaan yang belum dilaporkan dalam SPT dan telah dikonversi ke dalam saham senilai Rp32.500.000.000.

Menurut Pemohon PK, laba yang telah dikonversi dalam saham tersebut merupakan dividen yang telah dibagikan kepada pemegang saham. Oleh karena itu, terhadap laba yang dikonversikan tersebut terutang PPh Pasal 23.

Kedua, koreksi objek PPh Pasal 23 atas biaya jasa instalasi dan pemasangan iklan senilai Rp36.308.500. Berkaitan dengan koreksi ini, Pemohon PK menilai terdapat biaya jasa instalasi dan pemasangan iklan yang belum dipotong PPh Pasal 23 dan belum dilaporkan oleh Termohon PK dalam SPT.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK berpendapat atas dividen serta biaya jasa instalasi dan pemasangan iklan seharusnya dipotong PPh Pasal 23. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dapat dibenarkan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju atas pernyataan Pemohon PK tersebut. Berkaitan dengan sengketa pertama, Termohon PK menyatakan nilai Rp32.500.000.000 bukan merupakan laba yang dikonversikan menjadi modal, melainkan murni setoran modal saja.

Dengan demikian, atas laba yang dimaksud tidak dapat dinyatakan sebagai pembagian dividen bagi pemegang saham. Berkaitan dengan hal ini, Termohon PK telah mengajukan bukti berupa rekening koran yang dapat mendukung pendapatnya.

Untuk sengketa kedua, Termohon PK berpendapat biaya senilai Rp36.308.500 dikeluarkan untuk pembelian peralatan instalasi listrik dan air serta pemasangan iklan. Dalam hal ini, Termohon PK tidak pernah menerima jasa instalasi listrik dan air dari pihak ketiga sehingga tidak ada PPh Pasal 23 yang terutang.

Sementara itu, untuk pemasangan iklan yang langsung dilakukan kepada pihak ketiga seharusnya tidak dikenakan PPh Pasal 23. Menurut Termohon PK, Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah meneliti bukti-bukti yang disampaikannya dalam proses banding dengan benar. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Termohon PK menyimpulkan koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 52453/PP/M.VB/12/2014 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan Pemohon PK sudah tepat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setidaknya, terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan-alasan permohonan PK terkait koreksi DPP PPh Pasal 23 atas dividen senilai Rp32.500.00.000 serta biaya jasa instalasi dan iklan senilai Rp36.308.500 tidak dapat dibenarkan. Sebab, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, pembayaran atas pembelian peralatan listrik dan pemasangan iklan secara keseluruhan telah diperiksa oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dengan benar.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Jauzaa)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.