RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pinjaman Tanpa Bunga yang Dipungut PPh Pasal 23

DDTC Fiscal Research and Advisory
Senin, 18 Oktober 2021 | 19.04 WIB
Sengketa atas Pinjaman Tanpa Bunga yang Dipungut PPh Pasal 23

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai pinjaman tanpa bunga yang dipungut pajak penghasilan (PPh) Pasal 23. Dalam perkara ini, wajib pajak mendapatkan pinjaman tanpa bunga dari pemegang sahamnya.

Otoritas pajak berpendapat wajib pajak tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman tanpa bunga. Oleh karena itu, transaksi pinjaman yang dilakukan wajib pajak dengan pemegang sahamnya seharusnya dikenakan PPh Pasal 23.

Di sisi lain, wajib pajak menyatakan pihaknya telah memenuhi ketentuan pinjaman tanpa bunga. Oleh karena itu, terhadap transaksi tersebut seharusnya tidak dikenakan PPh Pasal 23 atas bunga. Wajib pajak beranggapan pinjaman ini diberikan sebagai bagian dari penyertaan modal. Wajib pajak membutuhkan dana pinjaman tersebut karena sedang mengalami kesulitan keuangan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak permohonan PK yang diajukan wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding atas koreksi terhadap objek PPh Pasal 23 yang diberikan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat transaksi pinjaman wajib pajak dengan pemegang saham seharusnya dikenakan PPh Pasal 23.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman yang dilakukan otoritas pajak telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan menolak permohonan banding wajib pajak melalui Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 64602/PP/M.VA/2015 tanggal 9 Oktober 2015. Atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, otoritas pajak mengajukan PK secara tertulis ke Sekretariat Pengadilan Pajak pada 9 Oktober 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif PPh Pasal 23 senilai Rp427.191.781 yang dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak

Pendapat Pihak yang Bersengka
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas koreksi yang dilakukan Termohon PK dan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami, Termohon PK mendapatkan pinjaman tanpa bunga dari pemegang sahamnya yang digunakan untuk pengembangan dan pembaruan usahanya.

Pemohon PK menyatakan pihaknya telah memenuhi 4 persyaratan untuk memperoleh pinjaman tanpa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 94 tahun 2010. Pertama, berasal dari dana asli milik pemegang saham. Dalam hal ini, Pemohon PK menegaskan pemberi pinjaman merupakan pemegang saham dengan kepemilikan 50% dari usaha Pemohon PK.

Kedua, modal yang seharusnya disetor pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya. Pinjaman yang diberikan oleh pemegang saham sekaligus menjadi bentuk keikutsertaan dan bantuan untuk meningkatkan kemampuan perusahaan. Ketiga, pemegang saham yang memberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi. Keempat, perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan.

Dengan terpenuhinya 4 persyaratan di atas, Pemohon PK tidak berkewajiban untuk membayar PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman. Oleh karena itu, Pemohon PK tidak setuju dengan koreksi positif objek PPh Pasal 23 yang dilakukan Termohon PK.

Di sisi lain, Termohon PK menyatakan transaksi yang dilakukan Pemohon PK tidak memenuhi salah satu dari 4 syarat untuk mendapatkan pinjaman tanpa bunga. Adapun syarat yang tidak dipenuhi Pemohon PK terkait dengan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk keberlangsungan usahanya.

Dalam konteks ini, Termohon PK menemukan fakta usaha Pemohon PK dalam keadaan stabil, masih memperoleh laba, dan tidak dalam kesulitan keuangan. Dalil Termohon PK tersebut dibuktikan dengan cash flow statement yang diterbitkan kantor akuntan publik (KAP). Dalam cash flow statement dinyatakan keuangan Pemohon PK dalam keadaan wajar.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Termohon PK menilai transaksi yang dilakukan Pemohon PK termasuk dalam pinjaman yang berbunga dan seharusnya dikenakan PPh Pasal 23. Koreksi yang dilakukan Termohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan Permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat 2 pertimbangan yang dikemukakan Majelis Hakim Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi positif atas objek PPh Pasal 23 sudah benar. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, Termohon PK telah melakukan koreksi sesuai dengan fakta dan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, koreksi Termohon PK dapat dipertahankan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK yang diajukan Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. Putusan Mahkamah Agung ini diucapkan Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 26 Oktober 2016. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.