STATISTIK EKONOMI

Revisi Tahun Dasar Inflasi Berlaku Tahun Depan

Redaksi DDTCNews | Jumat, 01 Februari 2019 | 15:05 WIB
Revisi Tahun Dasar Inflasi Berlaku Tahun Depan

Ilustrasi Gedung BPS. 

JAKARTA, DDTCNews - Badan Pusat Statistik (BPS) tengah mengubah hitungan tahun dasar Indeks Harga Konsumen (IHK) alias inflasi. Hitungan terbaru ditargetkan mulai dipergunakan efektif pada tahun depan.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan revisi ini diharapkan dapat merefleksikan pola konsumsi masyarakat yang lebih presisif. Implikasi dari perubahan tahun dasar ini akan berdampak pada beberapa aspek, salah satunya penambahan cakupan kota.

"Paling lambat Januari 2020. Kita sudah selesai pencacahannya sampai Desember, tapi mengolahnya kan luar biasa karena jumlah komoditas kan banyak sekali," katanya di Kantor BPS, Jumat (1/2/2019).

Baca Juga:
Pacu Ekonomi di Negara Ini, DPR Minta Target Pajak Bisa Tumbuh 21%

Lebih lanjut, Suharianto yang kerap dipanggil Kecuk ini menerangkan perubahan riil dari indikator menghitung inflasi adalah penambahan cakupan kota. Bila saat ini hitungan berdasarkan pada 82 kota, maka setelah revisi akan naik menjadi 90 kota.

Selain itu, revisi tahun dasar inflasi juga akan menyasar pada jumlah komoditas konsumsi masyarakat. Untuk indikator ini, ia mengungkapakan terbuka peluang untuk menambah atau mengurangi jumlah komoditas yang saat ini berjumlah 859 item.

"Cakupan komoditas sangat tergantung apa yang dikonsumsi. Kemungkinan ada perubahan pattern (pola konsumsi)," tandasnya.

Baca Juga:
Waspadai Dinamika Ekonomi Global terhadap Perdagangan RI, Ini Kata BKF

Pola konsumsi tersebut menurutnya juga berimplikasi kepada pembobotan hitungan inflasi BPS. Misalnya, meningkatnya kebutuhan akan akses internet seharusnya diikuti dengan naiknya pengeluaran rumah tangga untuk komoditas tersebut.

Oleh karena itu, revisi tahun dasar IHK mempunyai implikasi luas mulai dari cakupan komoditas yang dihitung, cakupan kota, bobot kota, serta bobot antara komoditas makanan dan nonmakanan. Dengan demikian, data sajian otoritas statistik menjadi lebih komprehensif.

"Ada item baru itu terbuka kemungkinannya. Kalau ada komoditas baru yang muncul itu nanti jadi pembobot juga. Jadi BPS ingin menangkap apa yang terjadi di lapangan," imbuhnya. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 16 Mei 2024 | 09:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Waspadai Dinamika Ekonomi Global terhadap Perdagangan RI, Ini Kata BKF

Rabu, 15 Mei 2024 | 12:01 WIB KINERJA PERDAGANGAN

Neraca Perdagangan Surplus 3,56 Miliar Dolar AS pada April 2024

Sabtu, 11 Mei 2024 | 09:00 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL

Begini Analisis BKF Soal Pertumbuhan Ekonomi hingga Akhir Tahun

BERITA PILIHAN
Sabtu, 18 Mei 2024 | 15:00 WIB IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

WP Penerima Tax Holiday IKN Juga Berhak Dapat Pembebasan PPh Potput

Sabtu, 18 Mei 2024 | 14:45 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Barang dari Luar Negeri Sampainya Lama, Pasti Kena Red Line Bea Cukai?

Sabtu, 18 Mei 2024 | 11:30 WIB PER-6/PJ/2011

Berapa Batas Nilai Zakat yang Bisa Dijadikan Pengurang Pajak?

Sabtu, 18 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Membuat NIK dan NPWP Tak Bisa Dipadankan

Sabtu, 18 Mei 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pungut PPN Atas Penyerahan Hasil Tembakau? Pakai Dokumen CK-1

Sabtu, 18 Mei 2024 | 10:00 WIB BPJS KESEHATAN

Pemerintah Pastikan Belum akan Ubah Besaran Iuran BPJS Kesehatan

Sabtu, 18 Mei 2024 | 09:35 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Siap-Siap, Coretax System Bisa Rekam Data Transaksi Wajib Pajak