Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto. (Foto: DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2018 tercatat sebesar 5,27%. Angka ini menjadi capaian kuartalan tertinggi sejak Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjabat.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan capaian yang impresif ini karena konsumsi rumah tangga yang tembus 5,14%. Maklum, sejak 2015 komponen yang mengambil lebih dari 55% dari struktur PDB ini hanya mencatatkan rata-rata 4,9%.
Kendati demikian, menurutnya, performa pada kuartal II/2018 ini tidak menjadi jaminan tercapainya asumsi pertumbuhan ekonomi yang sudah dipatok sebesar 5,4% dalam APBN 2018. Langkah mencapai 5,4% dinilai cukup berat.
DDTCNews berkesempatan mewawancarai pria yang akrab dipanggil Kecuk tersebut, untuk mencari tahu lebih dalam terkait capaian dan prospek ekonomi Indonesia di sisa tahun ini. Berikut kutipannya:
Bagaimana gambaran umum pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2018?
Secara umum, komposisi sumber-sumbernya tidak banyak berubah. Dilihat dari spasial, ini masih menjadi PR [pekerjaan rumah] besar yang perlu kita pikirkan karena masih didominasi oleh kelompok Jawa dan Sumatra. Jawa dan Sumatra masih menyumbang masing-masing 58,61% dan 21,54%. Sementara, daerah timur seperti Maluku dan Papua menyumbang 2,5%.
Dari sisi produksi, bila diringkas, tumbuh cukup bagus karena hortikultura. Tanaman pangan secara tahunannya juga masih bagus karena selama April-Mei ada panen. Industri pengolahan nonmigas juga meningkat karena peningkatan produksi CPO [crude palm oil], pakaian jadi, dan barang-barang lainnya.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan yang sangat signifikan terjadi pada konsumsi rumah tangga sebesar 5,14%. Ini dipengaruhi oleh naiknya THR [tunjangan hari raya] riil dan bansos [bantuan sosial]. Selain itu, naiknya penjualan sepeda motor menunjukkan konsumsi rumah tangga pada kuartal II ini betul-betul kuat. Konsumsi pemerintah juga terlihat bagus.
Apa yang menjadi catatan dari performa laju PDB ini?
Catatannya, PMTB [pembentukan modal tetap bruto] masih tumbuh positif, meskipun sedikit lebih lambat dibandingkan tiga kuartal sebelumnya. Ekspor pun masih bagus karena ada meningkat. Namun, yang jadi perhatian dan harus diwaspadai adalah kenaikan impor yang tumbuh lebih tinggi dari ekspor. Pemerintah harus mencermati masalah ini. Sudah ada instruksi kepada menteri-menteri untuk membangun industri subtitusi.
Apakah kenaikan konsumsi rumah tangga ini bakal berlanjut?
Menumpuk di kuartal kedua datanya. Ini terlihat mulai dari pertumbuhan penjualan kendaraan roda dua sebesar 18% dan mobil 9%. Selain itu, nilai transaksi kartu kredit juga tumbuh 9%. Kebetulan, masih ada panen sehingga upah riil buruh tani juga bagus. Bansosnya juga besar sehingga menjadi mendorong konsumsi naik.
Pasti semua berharap konsumsi rumah tangganya tetap kuat ke depannya. Untuk menuju ke sana tentu harus menjaga inflasi. Inflasi harus betul-betul terkendali. Kalau tidak terkendali, maka dia [inflasi] akan menggerus daya beli. Saya tidak pesimistis atau optimistis karena angka 5,14% ini, menurut saya, luar biasa.
[Konsumsi rumah tangga] mungkin tetap akan kuat, tapi tidak akan sekuat ini. Kecuali, ada yang menggerakkan lagi di momen kuartal IV karena ada liburan panjang – persiapan jelang natal dan tahun baru. Kalau rumah tangga tetap percaya situasi ekonomi politik dan lainnya terjaga, maka [konsumsi rumah tangga] akan berdampak.
Menurut Anda, apakah asumsi pertumbuhan ekonomi 5,4% sesuai APBN 2018 bisa tercapai?
Capaian semester I kan 5,17%. Kalau untuk mencapai 5,4%, berarti ekonomi semester II harus tumbuh 5,64%. Saya sih, kalau 5,4% akan berat lah.
Apakah ada skenario agar bisa mencapai 5,64% pada semester II?
Saya enggak bisa prediksi, tapi 5,4% agak berat. Untuk 5,3% ke 5,2% masih oke karena perdagangan masih memengaruhi. Hal ini karena ekspor kita kan ke negara lain masih terpaku ke China, Jepang, India dan Amerika Serikat. Gejolak global pasti akan memengaruhi harga komoditas, meski di internal harus ada pembenahan. Kita enggak boleh hanya bilang oke enggak ada masalah, tapi kita perlu realistis melihat tantangan baik internal maupun eksternal.
Apa yang bisa menjadi pendorong ekonomi di kuartal III dan IV tahun ini?
Ada beberapa kegiatan seperti Asian Games dan IMF-World Bank Meeting. Selain itu masih ada persiapan Pilpres [Pemilihan Presiden] yang gencar. Dari sisi konsumsi sudah bagus, terutama konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, angka PMTB agak tergelincir di 5,74% itu kan salah satu penyebabnya pembangunan perumahan dan mal enggak bergerak.
Kalau hanya mengandalkan belanja modal pemerintah untuk menggerakkan investasi enggak cukup. Namun, sinyal positif harus diberikan. Pemerintah berikan energi positif ke swasta. Pemerintah harus memberi kepercayaan ke swasta, seperti, kalau kamu investasi di sini saya akan jamin bahwa perizianan mudah.
Ini karena kontribusi dari belanja modal pemerintah ke total pertumbuhan paling hanya 10%. Dengan kata lain, 90% dari investasi sangat tergantung kepada swasta. Investasi tidak harus yang gede-gede, kan banyak yang kecil-kecil. Jadi bagaimana kita beri kepercayaan kepada mereka [pelaku usaha] bahwa situasi ekonomi oke dan politik akan oke. (Kaw)