Kanal Coretax yang kini tersedia di DDTCNews.
DUA puluh dua tahun bukan waktu yang singkat. Selama itulah perjalanan digitalisasi administrasi pajak sudah berjalan di Indonesia. Tonggak awalnya adalah peluncuran Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan elektronik, e-SPT, pada 2002.
Saat itu, Ditjen Pajak (DJP) menggandeng application service provider (ASP), pihak ketiga yang menyediakan layanan berbasis komputer untuk pelanggan melalui suatu jaringan.
Setelahnya, beberapa tonggak raihan yang cukup penting berkaitan dengan digitalisasi administrasi pajak bertahap dilakukan. Mulai dari diluncurkannya e-registration pada 2007, e-filing pada 2012, e-billing pada 2014, hingga e-faktur dan e-bupot pada 2018.
Seluruh rangkaian digitalisasi administrasi pajak itu terbungkus dalam reformasi pajak yang sudah digulirkan oleh otoritas pajak selama 40 tahun terakhir. Penyederhanaan administrasi sekaligus transformasinya ke dalam bentuk digital menjadi bagian dari strategi pemerintah dalam menghadapi tantangan tax ratio (Tiranda, 2024).
Sudah menjadi rahasia umum, performa tax ratio Indonesia belum cukup optimal untuk bisa membiayai pembangunan yang makin kompleks. DJP mencatat tax ratio Indonesia pada 2023 hanya 10,31%, jauh di bawah standar internasional menurut International Monetary Fund (IMF), yakni minimal 15%.
Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) juga mencatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan kinerja tax ratio yang relatif rendah. Tax ratio RI masih lebih rendah dari rata-rata 36 negara Asia, bahkan jauh di bawah negara-negara anggota OECD (Darussalam, 2024).
Merespons situasi tersebut, perbaikan administrasi pajak secara menyeluruh pun dilakukan. Inisiatif berupa pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS) lantas mulai disusun sejak 2018.
Gagasan untuk membangun coretax dilandasi oleh kesadaran pemerintah bahwa wajib pajak membutuhkan sebuah sistem administrasi pajak yang menganut costumer centric. Dalam konsep tersebut, digitalisasi administrasi pajak perlu mempertimbangkan user experience wajib pajak sebagai 'konsumen'.
Coretax system lantas dikemas sebagai era baru dalam layanan pajak yang terintegrasi. Seluruh proses bisnis inti administrasi pajak dijejalkan dalam satu kesatuan sistem baru. Ibarat toko serba ada, coretax system mengusung slogan 'palugada'. Apa lu mau, gua ada.
Pengintegrasian proses bisnis pada coretax akan mencakup pelayanan, pengawasan, hingga penegakan hukum. Keseluruhannya, ada 21 proses bisnis yang menyatu. Proses bisnis tersebut yakni pendaftaran, pengawasan kewilayahan atau ekstensifikasi, pengelolaan SPT, pembayaran, data pihak ketiga, exchange of information, penagihan, taxpayer account management, dan compliance risk management (CRM).
Selanjutnya, ada pemeriksaan, pemeriksaan bukper dan penyidikan, business intelligence, document management system, data quality management, keberatan dan banding, non-keberatan, pengawasan, penilaian, layanan edukasi, dan knowledge management.
Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan coretax nantinya diharapkan bisa mendongkrak kepatuhan pajak yang berujung pada perbaikan tax ratio.
Harapan dan keyakinan mengenai perbaikan tax ratio sebetulnya ada dasarnya. Kemudahan proses pelaporan dan pengadministrasian pajak yang sudah berlangsung selama dua dekade, secara statistik, memang berhasil meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Indikasinya terlihat dari pelaporan SPT Tahunan yang meningkat drastis hingga 78% dari wajib SPT pada 2020 dibandingkan dengan 52% pada 2012 (Setiawan, 2021).
Ya, wajib pajak perlu waktu untuk memahami betul apa dan bagaimana cara kerja coretax. Tinggal satu bulan sebelum coretax administration system benar-benar diimplementasikan. Pemerintah sudah mengonfirmasi bahwa 'barang baru' ini akan mulai bisa diakses publik pada Januari 2025.
Dengan sisa waktu yang terbilang mepet, pemerintah mencoba mengebut sosialisasi dan pengenalan coretax system kepada wajib pajak. Dalam beberapa bulan terakhir, DJP sudah menjalankan 4 tahapan edukasi dan pelatihan coretax, baik dengan mengundang wajib pajak secara langsung ke kantor pajak atau dengan menyediakan simulasi melalui laman DJP Online.
Total ada puluhan ribu wajib pajak yang sudah menjajal coretax system. Jumlah wajib pajak yang terdaftar pada simulator terpandu misalnya, sudah mencapai sebanyak 47.779, yang meliputi wajib pajak orang pribadi, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah.
Meski demikian, baru 16.152 wajib pajak di antaranya yang yang sudah login ke simulator.
Apakah itu cukup?
Parameter cukup-tidak cukup tentu bakal rancu. Hanya saja, jika dibandingkan dengan jumlah wajib pajak terdaftar saat ini yang mencapai 74 juta, angka wajib pajak yang sudah teredukasi mengenai coretax system sangatlah sedikit.
Melihat kondisi tersebut, wajib pajak di Tanah Air tentu bakal membutuhkan waktu yang cukup lama untuk terbiasa dengan sistem administrasi pajak yang bakal serba-baru.
Belajar dari 5 negara, yakni Kamboja, Gerogia, Guyana, Liberia, dan Ukraina, tingkat kepatuhan akan perlahan membaik dalam kurun waktu belasan tahun sejak dijalankannya digitalisasi administrasi pajak (Akitobi, 2024).
Kelima negara tersebut, sama seperti Indonesia, telah mengenalkan reformasi administrasi pajak secara komprehensif dalam 20 tahun terakhir. Dari studi kasus yang dilakukan di 5 negara tersebut, reformasi administrasi pajak juga menyentuh aspek lain, termasuk penegakan hukum, manajemen otoritas pajak, dan perbaikan sumber daya manusia (SDM).
Sebagai institusi pajak yang berbasis riset, teknologi, dan ilmu pengetahuan yang menetapkan standar tinggi dan berkelanjutan, DDTC ikut tergerak untuk urun peran dalam menyambut coretax system.
Perlu dipahami bahwa coretax system merupakan sebuah kebijakan yang sudah pasti akan bergulir. Karenanya, mau tidak mau wajib pajak harus bisa menyesuaikan diri dengan beragam fitur, pembaruan, dan perubahan layanan yang ditawarkan oleh coretax system.
DDTC melihat adanya kebutuhan publik terhadap akses informasi mengenai coretax system yang cukup mendesak. Di satu sisi, DDTC memahami bahwa otoritas pajak tidak bisa berdiri sendiri untuk menjalankan perannya dalam memberikan edukasi dan literasi pajak.
Menjawab tantangan yang ada, DDTC menghadirkan kanal 'Coretax' yang bisa diakses pada platform DDTCNews atau klik pada tautan berikut ini: news.ddtc.co.id/coretax.
Ada 2 tujuan besar yang mendorong DDTC dan DDTCNews menyediakan kanal khusus coretax ini. Pertama, memudahkan wajib pajak untuk mengakses informasi mengenai coretax. Kedua, membiasakan wajib pajak dalam menggunakan seluruh fitur yang ada di dalam coretax system.
DDTC melihat bahwa coretax tidak hanya mempermudah berbagai proses bisnis perpajakan tetapi juga mengubah kelaziman wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajibannya. Karenanya, keberadaan kanal coretax akan membantu wajib pajak membangun habituasi dalam bersinggungan dengan era baru administrasi pajak.
Kanal coretax tidak hanya menyediakan beragam berita yang berkenaan dengan coretax system tetapi juga sejumlah fitur baru yang akan memudahkan wajib pajak dalam memahami coretax secara mendalam.
Pertama, translasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan dalam bahasa Inggris. Pembaca bisa mengunduh dokumen transalasi ini secara gratis.
Kedua, kolom konsultasi khusus coretax system. Pembaca bisa mengirimkan pertanyaan yang berkaitan dengan implementasi coretax system. Tim dari DDTC Fiscal Research & Advisory serta Internal Tax Solution (ITS) DDTC akan menjawabnya sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Ketiga, agenda pelatihan khusus coretax yang disediakan oleh DDTC Academy. Wajib pajak bisa memilih jadwal training dengan topik yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Wajib pajak juga dapat mengajukan in-house training untuk perusahaan atau komunitas dengan topik pelatihan tertentu.
Keempat, panduan coretax. DDTC menyediakan kumpulan panduan penggunaan coretax system bagi wajib pajak. Subkanal panduan coretax rencananya akan lebih banyak mengulas aspek transaksi wajib pajak, termasuk pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, tata cara penggunaan fitur-fitur pada coretax, hingga pembuatan bukti potong melalui coretax.
Kelima, rekap peraturan coretax. Wajib pajak bisa terus ter-update dengan berbagai peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan implementasi coretax system. Melalui subkanal ini, DDTC merekap seluruh peraturan teknis coretax system dan dilengkapi dengan fitur pencarian dokumen yang akan memudahkan wajib pajak.
DDTC menyadari keberadaan kanal khusus coretax ini tidak akan menggantikan peran otoritas pajak dalam upaya menyosialisasikan kebijakan baru ini. Namun, DDTC meyakini perannya sebagai mitra dua pihak, yakni otoritas pajak dan wajib pajak. Karenanya, DDTC mencoba untuk menjembatani celah tantangan yang muncul dalam implementasi coretax system.
Akhir kata, selamat berselancar di kanal coretax DDTCNews. Kami terbuka untuk segala masukan dan perbaikan demi kepuasan dan manfaat yang dirasakan pembaca. (sap)