DALAM menghadapi wabah COVID-19, ketua Pengadilan Pajak telah menerbitkan Surat Edaran No. SE-01/PP/2020 sebagaimana telah diubah terakhir dengan SE-03/PP/2020 sebagai kebijakan kontinjensi Pengadilan Pajak dalam menjalankan fungsinya.
Dalam SE tersebut, telah ditetapkan sejumlah kebijakan untuk menghentikan sementara persidangan pengadilan pajak, penerimaan surat-surat pengajuan/permohonan banding/gugatan/peninjauan kembali (PK), layanan helpdesk, dan layanan pengiriman putusan Pengadilan Pajak dan putusan PK. Penghentian sementara tersebut berlangsung sejak 17 Maret 2020 sampai dengan 21 April 2020 dan disesuaikan dengan perkembangan.
Di lain pihak, Ketua Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran No. 1 Tahun 2020 yang memberikan pedoman pelaksanaan tugas bagi Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya selama masa pencegahan wabah COVID-19. Menariknya dalam SE No. 1 Tahun 2020 tersebut, Ketua Mahkamah Agung meminta seluruh Badan Peradilan untuk mengimplementasikan e-Court dan e-Litigation untuk administrasi dan pelaksanaan persidangan. Adapun e-court dan e-litigation dapat dilakukan sesuai Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2019 (PERMA 1/2019).
Menurut penulis, e-Litigation merupakan sarana bagi para pencari keadilan untuk mendapatkan keadilan secepatnya. Penulis sepakat bahwa ‘justice delayed is justice denied’ khususnya terkait sengketa perpajakan. Masalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu perkara dianggap salah satu faktor penting untuk menentukan apakah sistem peradilan itu adil atau tidak (Sourdin, 2016).
Sebagai contoh, kemungkinan terlambatnya wajib pajak memperoleh kembali pajak yang dibayarkannya atas penetapan pajak kurang bayar (yang tidak benar). Terlebih kondisi wabah COVID-19 ini tidak dapat diprediksi sampai kapan berakhirnya dan kapan benar-benar aman untuk dimulainya persidangan. Karena, akan sulit dilakukan pembatasan fisik dan sosial sejak di ruang tunggu sampai di ruang persidangan.
Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk memunculkan gagasan implementasi e-Court pada Pengadilan Pajak, paling tidak sebagai rencana kontinjensi seandainya ada kejadian luar biasa seperti wabah COVID-19.
Apa Itu e-Court dan e-Litigation?
Arah kebijakan Mahkamah Agung selama ini memang lebih menitikberatkan kepada modernisasi peradilan, ditambah pada acara Laporan Tahunan Mahkamah Agung tahun 2019 pada tanggal 25-26 Februari 2020 yang mengambil tema “E-Litigasi sebagai Wujud Modernisasi Peradilan”. Dalam acara tersebut, Ketua Mahkamah Agung M. Hatta Ali menyebutkan selama 2019 e-Court telah digunakan untuk menangani 47.244 Perkara terkait sengketa perdata, perdata agama, dan tata usaha negara.
Presiden Joko Widodo yang hadir pada kesempatan itu, memberikan apresiasi kepada Ketua Mahkamah Agung yang telah mereformasi badan peradilan untuk melayani masyarakat secara cepat dan secara transparan untuk memberikan keadilan dan rasa adil kepada masyarakat.
Menurut laman ecourt.mahkamahagung.go.id, e-Court merupakan layanan bagi Pengguna Terdaftar (sementara hanya Advokat yang bisa mendaftar lewat portal laman tersebut). Layanan yang diberikan adalah untuk pendaftaran perkara secara online (e-Filing), mendapatkan taksiran panjar biaya perkara secara online, pembayaran secara online (e-Payment), pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik (e-Summons), dan persidangan yang dilakukan secara elektronik (e-Litigation).
Kemudian, berdasarkan Pasal 4 PERMA 1/2019, e-Litigation merupakan persidangan secara elektronik yang berlaku untuk proses persidangan dengan acara penyampaian gugatan/permohonan /keberatan /bantahan/perlawanan/intervensi beserta perubahannya, jawaban, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan, dan pengucapan putusan/penetapan.
Lebih lanjut, berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 129/KMA/SK/VIII/2019, aplikasi e-Court didefinisikan sebagai aplikasi yang digunakan untuk memproses berbagai hal. Yaitu, gugatan, gugatan sederhana, bantahan permohonan, pembayaran biaya perkara, melakukan panggilan sidang dan pemberitahuan, persidangan, putusan dan upaya hukum secara elektronik serta layanan aplikasi perkara lainnya yang ditetapkan Mahkamah Agung, yang terintegrasi dan tidak terpisahkan dengan Sistem Informasi Penelusuran Perkara.
Sejalan dengan kebijakan e-Court pada Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi juga memiliki mekanisme yang serupa e-Court. Dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 tahun 2009, diatur pedoman pengajuan permohonan elektronik (electronic filing) dan pemeriksaan persidangan jarak jauh (video conference).
Bagaimana Penerapannya pada Pengadilan Pajak?
Minimnya informasi di domain publik terkait bagaimana penerapan e-Court atau pemanfaatan Teknologi Informasi (IT) pada Pengadilan Pajak. Hanya terdapat satu berita yang terkait penerapan teknologi informasi pada Pengadilan Pajak.
Dalam pemberitaan tersebut, disebutkan Pengadilan Pajak sejak 11 November 2019 resmi memiliki aplikasi Tax Court ONE yang merupakan sistem informasi terintegrasi yang dibangun dan dikembangkan berdasarkan Keputusan Sekretaris Pengadilan Pajak Nomor KEP-15/SP/2017 tentang Arsitektur dan Cetak Biru Layanan Sistem Informasi Pengadilan Pajak Tahun 2017-2020. Aplikasi Tax Court ONE terdiri dari modul prapersidangan, persidangan, dan pasca persidangan.
Sementara menurut cetak biru sistem IT Pengadilan Pajak, terdapat 5 proses besar yang akan dilakukan otomasi, yaitu modul prapersidangan, persidangan, pasca persidangan, peninjauan kembali dan proses pendukung. Aplikasi tersebut juga diklaim sejalan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 338/KMK.01/2012 tentang Arah Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Lingkungan Kementrian Keuangan (TC Media Edisi 103/2017).
Berdasarkan informasi-informasi tersebut, diketahui Pengadilan Pajak baru menjalankan sebagian dari e-Court, yaitu lebih ke administrasi perkara dan pemberkasan secara elektronik.
Dibutuhkan Terobosan dan Extra Effort
Melihat dari lingkup cetak biru sistem IT Pengadilan Pajak yang dirancang di 2017 dan baru diselesaikan pada 2019, terdapat gap dengan apa yang diarahkan oleh Mahkamah Agung melalui PERMA 1/2019 dan petunjuk teknis berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 129/KMA/SK/VIII/2019.
Untuk mengatasi masalah gap tersebut diperlukan terobosan dan extra effort yang perlu dilakukan oleh para penentu kebijakan di Mahkamah Agung, Pengadilan Pajak, dan Kementrian Keuangan. Hal tersebut penting untuk memodernisasi Pengadilan Pajak sesuai arus digitalisasi proses bisnis dan membuat suatu rencana kontinjensi apabila proses bisnis normal Pengadilan Pajak terganggu seperti sekarang saat wabah COVID-19.