PEREKONOMIAN INDONESIA

Rasio Gini September 2018 Hanya Turun 0,005 Poin

Redaksi DDTCNews
Selasa, 15 Januari 2019 | 17.19 WIB
Rasio Gini September 2018 Hanya Turun 0,005 Poin

Perkembangan gini ratio di Indonesia. (sumber: BPS)

JAKARTA, DDTCNews – Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia pada September 2018 tercatat turun tipis.

Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan tingkat ketimpangan pengeluaran – yang diukur dengan gini ratio – pada September 2018 sebesar 0,384. Capaian ini sekaligus mencatatkan penurunan 0,005 poin dibandingkan dengan posisi Maret 2018 sebesar 0,389, atau turun 0,007 poin dibandingkan dengan posisi September 2017 sebesar 0,391.

“Terjadi perbaikan pemerataan dalam tiga tahun terakhir,”  kata Suhariyanto saat konferensi pers, Selasa (15/1/2019).

Lebih lanjut, ketika dibedah lebih jauh maka ada pekerjaan besar untuk menurunkan gini ratio di perkotaan ketimbang di pedesaan. Hal ini dikarenakan angka ketimpangan di perkotaan masih lebih tinggi dari statistik ketimpangan di pedesaan.

Gini ratio di daerah perkotaan pada September 2018 tercatat sebesar 0,391. Sementara itu, rasio gini di daerah perdesaan pada September 2018 tercatat sebesar 0,319. Jika menggunakan perhitungan menurut kriteria Bank Dunia, daerah perkotaan mengalami ketimpangan sedang. Sementara, daerah perdesaan memiliki ketimpangan rendah.

Menurut Suhariyanto, membaiknya angka ketimpangan merujuk data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Survei tersebut menunjukan adanya kenaikan pengeluaran perkapita masyarakat miskin dan menengah yang lebih cepat ketimbang golongan kaya.

Urutannya, kenaikan rata-rata pengeluaran perkapita untuk kelompok penduduk 40% terbawah, 40% menengah, dan 20% orang kaya. Pada periode Maret 2018–September 2018, daya beli kelompok terbawah naik dengan kapasitas pengeluaran perkapita yang terkerek naik sebesar 3,55%.

Kemudian, pengeluaran perkapita penduduk kelompok menengah tercatat naik 3,4%. Sementara, pengeluaran perkapita kelompok 20% masyarakat teratas tercatat hanya naik 1,28%. Menurutnya, performa ini ideal.

“Karena idealnya seperti itu. Kelompok terbawah peningkatannya [pengeluaran] lebih tinggi dari kelompok atasnya, sehingga mampu mengejar,” papar Suhariyanto.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.