BERITA PAJAK HARI INI

RAPBN 2023, Sri Mulyani Sebut Optimistis tapi Waspada

Redaksi DDTCNews
Rabu, 17 Agustus 2022 | 08.29 WIB
RAPBN 2023, Sri Mulyani Sebut Optimistis tapi Waspada

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menyetel RAPBN 2023 dengan tema optimistis tetapi tetap waspada. Windfall dari harga komoditas diperkirakan tidak sebesar pada 2022. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (17/8/2022).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan APBN akan tetap dikelola secara hati-hati agar tetap menjadi instrumen yang tetap sehat dan kredibel. Namun, pemerintah memastikan akan tetap menyediakan bantalan terhadap risiko goncangan, seperti inflasi atau pelemahan ekonomi global.

“Jadi, APBN [2023] temanya tetap sama optimistis. Namun, waspada,” ujar Sri Mulyani.

Asumsi dasar ekonomi makro RAPBN 2023 yang disodorkan pemerintah sebagai berikut:

Pertumbuhan ekonomi: 5,3% (outlook 2022: 5,1%-5,4%)

  • Inflasi: 3,3% (outlook 2022: 4,0%-4,8%)
  • Nilai tukar: Rp14.750 per dolar AS (outlook 2022: Rp14.500—Rp14.900 per dolar AS)
  • Tingkat suku bunga SBN-10 tahun: 7,9% (outlook 2022: 6,85%-8,42%)
  • Harga minyak: US$90 per barel (outlook 2022: US$95—US$105 per barel)
  • Lifting minyak: 660 rbph (outlook 2022: 625—630 rbph)
  • Lifting gas: 1.050 rbsmph (outlook 2022: 956—964 rbsmph)

Postur RAPBN 2023 yang diusulkan pemerintah kepada DPR sebagai berikut:

  • Pendapatan negara: Rp2.443,6 triliun (outlook 2022: Rp2.436,9 triliun)
  • Belanja negara: Rp3.041,7 triliun (outlook 2022: Rp3.169,1 triliun)
  • Pembiayaan: Rp598,2 triliun (outlook 2022: Rp732,2 triliun)
  • Defisit anggaran: 2,86% terhadap PDB (outlook 2022: 3,92% terhadap PDB)

Sri Mulyani mengatakan target pendapatan negara pada 2023 memang masih naik dibandingkan dengan outlook pada 2022. Namun demikian, faktor windfall dari tingginya harga komoditas diperkirakan tidak sebesar tahun ini. Hal ini berdampak pada penerimaan perpajakan dan PNBP.

Sementara itu, belanja negara disetel lebih rendah dari outlook tahun ini. Sri Mulyani menegaskan turunnya pagu belanja lebih banyak disebabkan belanja subsidi pada tahun depan tidak akan sebesar tahun ini. Apalagi, outlook subsidi energi pada tahun ini mencapai Rp502 triliun.

Selain mengenai RAPBN 2023, ada pula bahasan tentang belanja perpajakan pada 2021. Kemudian, masih ada pula bahasan terkait dengan ketentuan pada Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022 setelah diterbitkannya PER-11/PJ/2022.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Penerimaan Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan windfall komoditas yang terjadi pada 2021 dan 2022 tidak akan terulang tahun depan. Berlandaskan pada proyeksi tersebut, penerimaan pajak pada RAPBN 2023 ditargetkan hanya tumbuh 6,7% bila dibandingkan dengan outlook pada tahun ini.

"Tahun ini ada extra revenue yang berasal dari windfall dan PPS (Program Pengungkapan Sukarela). Oleh karena ini kemungkinan tidak berulang dan untuk komoditasnya mungkin lebih soft, kami perkirakan penerimaan pajak dengan windfall yang lebih soft adalah di Rp1.715,1 triliun," ujarnya. (DDTCNews)

Dampak Kenaikan Harga Komoditas

Pada 2021, Kementerian Keuangan mencatat dampak kenaikan harga komoditas terhadap penerimaan pajak mampu mencapai Rp117,8 triliun.

Tahun ini, dampak kenaikan harga komoditas diperkirakan akan memberikan sumbangsih senilai Rp279,8 triliun terhadap penerimaan pajak. Pada tahun depan, kontribusinya terhadap penerimaan pajak dipekirakan turun menjadi senilai Rp211 triliun. (DDTCNews)

Kepabeanan, Cukai, dan PNBP

Kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2023 juga diperkirakan akan terdampak penurunan harga komoditas. Penerimaan kepabeanan dan cukai diperkirakan hanya akan mencapai Rp301,8 triliun atau turun 4,7% bila dibandingkan dengan outlook pada tahun ini.

PNBP diperkirakan akan terkontraksi dalam sebesar 16,6% pada tahun depan akibat penurunan harga komoditas. PNBP pada RAPBN 2023 diperkirakan mencapai Rp426,3 triliun. (DDTCNews)

Belanja Perpajakan

Pemerintah mengestimasi belanja perpajakan pada 2021 mencapai Rp309,66 triliun atau 1,82% dari PDB. Jumlah tersebut mengalami pertumbuhan 23% dibandingkan dengan belanja perpajakan 2020 sejumlah Rp252,37 triliun.

Pemerintah menyebut peningkatan belanja perpajakan 2021 didorong adanya insentif penanggulangan dampak pandemi Covid-19 seperti fasilitas PPN DTP atas penyerahan BKP/JKP untuk kegiatan penanganan Covid-19 dan bea masuk dibebaskan untuk impor pengadaan vaksin.

"Pertumbuhan belanja perpajakan pada 2021 juga didorong pulihnya kegiatan produksi dan konsumsi sehingga pemanfaatan insentif pajak terkait dengan 2 kegiatan tersebut juga makin meningkat,” sebut pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2023. (DDTCNews)

Tidak Berlaku untuk Pemusatan PPN di Luar KPP BKM

Ketentuan pencantuman nama, NPWP, dan alamat pada Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022 hanya berlaku jika pembeli merupakan PKP yang melakukan pemusatan PPN pada KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya (KPP BKM).

Apabila penyerahan BKP/JKP dilakukan kepada pembeli yang melakukan pemusatan PPN terutang di KPP Pratama, ketentuan pencantuman nama, NPWP, dan alamat dalam faktur pajak dilakukan sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) atau ayat (3) PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022.

"Pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yaitu pemusatan … di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya," bunyi Pasal 6 ayat (7) PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.