PPh FINAL (10)

PPh Final atas Penghasilan dari Usaha dengan Peredaran Bruto Tertentu

Vallencia | Senin, 29 Agustus 2022 | 11:28 WIB
PPh Final atas Penghasilan dari Usaha dengan Peredaran Bruto Tertentu

USAHA mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan sektor ekonomi strategis bagi Indonesia. Hingga kini, UMKM berperan sebagai pemain utama aktivitas domestik, termasuk dalam penyerapan tenaga kerja.

Besarnya peran UMKM dibuktikan dengan besarnya kontribusi terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada 2021 menunjukkan kontribusi UMKM terhadap PDB melebihi 50% sejak beberapa tahun terakhir.

Tren peningkatan kontribusi UMKM terhadap PDB juga diikuti dengan bertambahnya jumlah unit UMKM di Tanah Air. Sesuai dengan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah pelaku UMKM pada 2019 telah mencapai 65,5 juta unit.

Baca Juga:
DJP Bakal Tambah Jumlah WP yang Harus Laporkan Keuangan Berbasis XBRL

Berkembangnya UMKM di Indonesia menjadikan sektor ini sangat potensial bagi penerimaan negara, khususnya perpajakan. Secara khusus, pemerintah memberi insentif melalui penerapan pajak penghasilan (PPh) final dengan tarif sebesar 0,5% demi mendukung UMKM dengan peredaran bruto tertentu.

Lantas, apa itu UMKM dengan peredaran bruto tertentu dan bagaimana ketentuannya? Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP 23/2018).

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) PP 23/2018, UMKM dapat menggunakan PPh final dengan tarif sebesar 0,5% atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh selama jangka waktu tertentu. Adapun dasar pengenaan pajak (DPP) atas penghasilan ini ialah peredaran bruto.

Baca Juga:
Ditjen Pajak Sediakan Layanan WA-bot UMKM

Namun, tidak semua penghasilan dari usaha dapat dikenakan PPh final sebagaimana tertulis dalam Pasal 2 ayat (3) PP 23/2018. Terdapat 4 jenis penghasilan yang tidak dapat menggunakan PPh final PP 23/2018, yaitu:

  1. penghasilan wajib pajak orang pribadi (WP OP) dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
  2. penghasilan di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri;
  3. penghasilan yang telah dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan perpajakan tersendiri;
  4. penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.

Selain itu, penting untuk digarisbawahi, tidak semua UMKM dapat menikmati PPh final dengan tarif 0,5% atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usahanya. Berdasarkan pada Pasal 3 ayat (1) PP 23/2018, hanya UMKM dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak yang dapat memanfaatkan PPh final tersebut.

Kemudian, sesuai Pasal 3 ayat (2) PP 23/2018, terdapat 4 kelompok wajib pajak yang tidak dapat memanfaatkan fasilitas ini. Pertama, wajib pajak memilih untuk dikenai tarif berdasarkan PPh Pasal 17. Kedua, wajib pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa WPOP dengan keahlian khusus dan menyerahkan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas tertentu. Ketiga, wajib pajak badan yang memperoleh fasilitas PPh berdasarkan Pasal 31A UU PPh atau Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2010 (PP 94/2010). Keempat, bentuk usaha tetap (BUT).

Baca Juga:
DJP Sebut Pajak Karbon Masih Dibahas dengan Kemenkeu

UMKM yang memenuhi kriteria dapat menggunakan PP 23/2018 dalam jangka waktu tertentu. Pada Pasal 4 ayat (1) PP 23/2018 diatur 3 ketentuan terkait jangka waktu pemanfaatan PPh final.

Pertama, bagi wajib pajak orang pribadi paling lama 7 tahun. Kedua, bagi wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma paling lama 4 tahun. Ketiga, wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas paling lama 3 tahun.

Adapun jangka waktu tersebut terhitung sejak tahun pajak wajib pajak terdaftar bagi wajib pajak yang belum terdaftar sejak diberlakukannya PP 23/2018 atau tahun pajak 2018 bagi wajib pajak yang terdaftar sebelum berlakunya PP 23/2018.

Baca Juga:
DJP Luncurkan Layanan Chatbot Pajak, Sudah Coba?

Dalam tataran teknis, pemerintah juga menerbitkan aturan turunan melalui PMK 99/2018. Dalam Pasal 3 PMK 99/2018 disebutkan wajib pajak yang ingin memanfaatkan fasilitas ini wajib mengajukan permohonan surat keterangan kepada dirjen pajak paling lambat akhir tahun pajak. Selanjutnya, dirjen pajak akan menerbitkan surat keterangan yang mengizinkan wajib pajak untuk menggunakan PPh berdasarkan PP 23/2018.

Setelah mendapatkan izin, UMKM memiliki kewajiban untuk menyetor dan melaporkan PPh. Adapun PPh final yang terutang dapat dilunasi dengan cara disetor sendiri paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Selain itu, penyetoran juga dapat dilakukan oleh lawan transaksi yang merupakan pemotong atau pemungut pajak. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan (3) PMK 99/2018.

Berikutnya, sesuai dengan Pasal 4 ayat (4) PMK 23/2018, wajib pajak juga memiliki kewajiban untuk melaporkan surat pemberitahuan masa PPh paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir. Demikian pembahasan terkait subjek, objek, tarif, dan kewajiban UMKM dalam memanfaatkan tarif PPh berdasarkan PP 23/2018.


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 26 September 2023 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Bakal Tambah Jumlah WP yang Harus Laporkan Keuangan Berbasis XBRL

Selasa, 26 September 2023 | 16:39 WIB LAYANAN PAJAK

Ditjen Pajak Sediakan Layanan WA-bot UMKM

Selasa, 26 September 2023 | 16:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Sebut Pajak Karbon Masih Dibahas dengan Kemenkeu

Selasa, 26 September 2023 | 16:12 WIB DITJEN PAJAK

DJP Luncurkan Layanan Chatbot Pajak, Sudah Coba?

BERITA PILIHAN
Selasa, 26 September 2023 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Bakal Tambah Jumlah WP yang Harus Laporkan Keuangan Berbasis XBRL

Selasa, 26 September 2023 | 16:39 WIB LAYANAN PAJAK

Ditjen Pajak Sediakan Layanan WA-bot UMKM

Selasa, 26 September 2023 | 16:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Sebut Pajak Karbon Masih Dibahas dengan Kemenkeu

Selasa, 26 September 2023 | 16:15 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Kiriman Dokumen dari Luar Negeri Kena Bea Masuk? Simak Aturannya

Selasa, 26 September 2023 | 16:12 WIB DITJEN PAJAK

DJP Luncurkan Layanan Chatbot Pajak, Sudah Coba?

Selasa, 26 September 2023 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Evaluasi Raperda Pajak Daerah, Ini Catatan Kemenkeu untuk Pemda

Selasa, 26 September 2023 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

BEI Sediakan 4 Skema Perdagangan Karbon di IDXCarbon

Selasa, 26 September 2023 | 14:47 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Cukai Minuman Manis Bakal Berlaku 2024, Pemerintah Kebut Aturannya

Selasa, 26 September 2023 | 14:45 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Perluasan Basis Pajak dan Pemanfaatan Teknologi untuk Kerek Tax Ratio

Selasa, 26 September 2023 | 14:37 WIB PENERIMAAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Penerimaan Diproyeksi Shortfall, Bea Cukai: Yang Penting Visi Berjalan