PMK 164/2023

PMK 164/2023 Berlaku, UMKM Perlu Tahu Beda Suket dan Surat Pernyataan

Muhamad Wildan | Kamis, 11 Januari 2024 | 10:00 WIB
PMK 164/2023 Berlaku, UMKM Perlu Tahu Beda Suket dan Surat Pernyataan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak UMKM yang membayar pajak menggunakan skema PPh final dengan tarif 0,5% perlu memahami perbedaan dari surat keterangan (suket) dan surat pernyataan seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 164/2023.

Merujuk pada PMK 164/2023, suket adalah surat yang menerangkan wajib pajak memenuhi kriteria sebagai wajib pajak yang memiliki omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022.

"Wajib pajak bersangkutan harus menyerahkan salinan suket dimaksud kepada pemotong/pemungut PPh," bunyi Pasal 8 ayat (1) huruf b PMK 164/2023, dikutip pada Kamis (11/1/2024).

Baca Juga:
PMK Terbit! Kemenkeu Atur Mekanisme Pemberian Insentif Pajak di IKN

Suket perlu ditunjukkan kepada pihak pemotong/pemungut pajak sehingga wajib pajak UMKM dikenai pemotongan hanya sebesar 0,5% ketika melakukan penjualan atau penyerahan jasa kepada pemotong/pemungut tersebut.

Untuk memperoleh suket, wajib pajak UMKM berstatus pusat perlu mengajukan permohonan ke KPP tempat wajib pajak berstatus pusat terdaftar. Saat ini, pengajuan suket sudah bisa dilakukan melalui aplikasi Info KSWP yang tersedia di DJPOnline.

Suket berlaku sejak tanggal diterbitkan hingga berakhirnya jangka waktu pemanfaatan skema PPh final UMKM, yakni 3 tahun pajak untuk wajib pajak badan PT; 4 tahun pajak untuk wajib pajak badan berbentuk CV, firma, koperasi, dan perseroan perorangan; dan 7 tahun untuk wajib pajak orang pribadi.

Baca Juga:
Mengenal Pajak Usaha yang Dikenakan ke Pedagang di Era Mataram Kuno

Namun, masa berlaku suket bisa berakhir lebih awal apabila wajib pajak memilih untuk dikenai PPh sesuai dengan ketentuan umum atau wajib pajak sudah tidak memenuhi syarat untuk memanfaatkan skema PPh final UMKM.

Surat Pernyataan

Sementara itu, surat pernyataan adalah surat yang menyatakan bahwa omzet dari kegiatan usaha wajib pajak orang pribadi UMKM masih belum melebihi Rp500 juta ketika bertransaksi dengan pihak pemotong/pemungut pajak.

Dengan surat pernyataan tersebut, wajib pajak orang pribadi UMKM nantinya akan terbebas dari pemotongan/pemungutan PPh ketika melakukan penjualan barang atau penyerahan jasa kepada pihak pemotong/pemungut.

Baca Juga:
Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

"Wajib pajak orang pribadi…harus menyampaikan surat pernyataan…yang menyatakan peredaran bruto atas penghasilan dari usaha wajib pajak pada saat dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh tidak melebihi Rp500 juta," bunyi Pasal 8 ayat (4) PMK 164/2023.

Berbeda dengan suket yang pembuatannya perlu diminta ke DJP, surat pernyataan bisa dibuat sendiri oleh wajib pajak orang pribadi UMKM. Format surat pernyataan telah tercantum dalam Lampiran PMK 164/2023.

Perlu diingat, fasilitas omzet hingga Rp500 juta tidak kena pajak ini hanya berlaku bagi wajib pajak orang pribadi UMKM. Dengan demikian, wajib pajak badan UMKM dengan omzet belum mencapai Rp500 juta tidak dapat menunjukkan surat pernyataan. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 17 Mei 2024 | 17:30 WIB SEJARAH PAJAK INDONESIA

Mengenal Pajak Usaha yang Dikenakan ke Pedagang di Era Mataram Kuno

Jumat, 17 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS CUKAI

Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

BERITA PILIHAN