KEPANJEN, DDTCNews – Pemerintah Kabupaten Malang tengah merumuskan tarif pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB-P2) serta nilai jual objek pajak (NJOP) terbaru melalui perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2010 tentang Pajak Daerah.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Malang Purnadi mengatakan dalam Perda No.8/2010, pengaturan besaran NJOP terlalu sederhana, yakni hanya untuk transaksi di bawah dan di atas Rp1 miliar. Untuk itu, dalam revisi Perda ini akan dibuat lebih mendetail.
”Penyesuaian ini dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan daerah, terutama yang berada di kawasan penyangga, seperti di Kecamatan Pakis, Dau, Singosari, Lawang, Turen, Pakisaji, dan Kepanjen," ujarnya di Kepanjen, Sabtu (21/7).
Purnadi menjelasakan terdapat empat kategori nilai transkasi, yaitu transaksi mulai dari Rp500 juta akan dipajaki 0,1%, untuk transaksi Rp500 juta-Rp 1 miliar dipajaki 0,111%, untuk Rp1 miliar – Rp5 miliar dipajaki 0,211%, serta transaksi melebihi Rp5 miliar dipajaki 0,222%.
Meski ada kenaikan, dia meyakinkan akan tetap ada keringanan yang diberikan, khusus untuk para pemilik lahan pertanian di wilayah penyangga.
"Wajib pajak yang masuk dalam kategori persawahaan tidak dikenakan pajak,” katanya.
Bupati Malang Rendra Kresna menambahkan perubahan aturan tersebut awalnya memang ditujukan untuk memproteksi lahan-lahan pertanian di Kabupaten Malang. Dia pun menegaskan perhitungan NJOP untuk lahan sawah produktif akan berbeda.
“Jika penghitungan NJOP disamaratakan semua, maka justru akan bertentangan dengan tujuan utama pemerintahan kami, yaitu berdaulat di bidang pangan,” katanya melansir radarmalang.id.
Kebijakan baru itu baru rencananya akan diimplementasikan sekitar Februari 2019 dan diharapkan menambah penerimaan daerah. Adapun untuk tahun ini, Pemkab Malang menargetkan penerimaan Rp63,8 miliar untuk PBB-P2. (Amu)