Senior Manager DDTC Yusuf W. Ngantung (kedua kiri) sedang mempresentasikan program pengampunan pajak Indonesia yang tersukses di dunia.
LONDON, DDTCNews - Pada tanggal 6-7 Maret 2017 di Hotel Claridge London, diadakan International Wealth Transfer Conference. Konferensi ini diselenggarakan oleh International Bar Association (IBA). Salah satu tujuan konferensi ini adalah mendiskusikan perkembangan terbaru dalam ranah pajak. Yaitu, akan dimulainya era transparansi informasi keuangan global untuk tujuan pajak.
Perkembangan terbaru tersebut membuat para pakar dan konsultan dari berbagai manca negara yang tertarik terhadap isu-isu orang-orang super kaya atau high net wealth individuals (HNWI) berkumpul dalam konferensi tersebut.
Acara ini dipenuhi oleh para ahli HNWI dari berbagai latar belakang ilmu, seperti: hukum, pajak, forensic accounting, sampai dengan konsultan private security dan konsultan manajemen yang mempunyai reputasi internasional. Tidak kalah menakjubnya adalah asal para peserta yang datang dari berbagai negara di Eropa yang kebanyakan dari Swiss, Amerika, serta negara-negara kepulauan “surga pajak” seperti Guernsey, Mauritius, Cayman Islands, dan Jersey.
Hal baru dalam konferensi tahunan tersebut, adanya panel diskusi dari Asia. Para pembicara yang diundang dari kawasan Asia berasal dari Indonesia, Singapura, Malaysia, India, dan Hongkong. Untuk Indonesia, panitia mengundang pakar pajak internasional dari DDTC, yaitu Yusuf W. Ngantung yang merupakan Senior Manager Transfer Pricing/International Tax. Yusuf Ngantung diminta untuk menyampaikan pengalaman Indonesia dalam menerapkan kebijakan pengampunan pajak yang paling sukses di dunia.
Yusuf Ngantung berbicara dalam sesi yang berjudul “What’s keeping private clients (and bankers) awake at night in Asia?”. Sesi ini cukup unik bagi para peserta yang berasal dari negara-negara barat, karena dibawakan oleh panel diskusi yang sepenuhnya terdiri dari pembicara dari negara-negara di Asia.
Sesi diskusi dimulai dengan penyampaian pengalaman program pengampunan pajak di Indonesia. Apabila dibandingkan dengan negara lain, program pengampunan pajak Indonesia mempunyai tingkat penerimaan pajak paling tinggi di dunia. Yusuf Wangko Ngantung, menyampaikan bahwa kunci suksesnya terletak pada kesederhanaan proses pengajuan, rendahnya tarif tebusan, strategi marketing pemerintah yang sedemikian gencarnya sampai dengan iklan pengampunan pajak-pun dapat dilihat dalam perjalanan di pesawat Jakarta-London.
Para peserta pun cukup terheran dengan ke”ramah”an program pengampunan pajak Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan karena kebijakan pajak sering bersifat the second best policy. Yaitu, opsi kebijakan yang paling realistis diantara opsi-opsi kebijakan yang lainnya, terutama dalam kondisi pajak Indonesia yang tingkat kepatuhan wajib pajaknya masih sangat rendah dan administrasi pajaknya masih belum dapat menjangkau semua wajib pajak yang ada.
Paparan presentasi pengampunan pajak Indonesia ditanggapi oleh pembicara dari India. Di India, program serupa juga dijalankan oleh pemerintah India, namun tingkat kesuksesannya masih jauh lebih rendah dari Indonesia. Hal ini disebabkan karena offshore disclosure program India masih belum cukup atraktif, yaitu antara lain karena tarif tebusan yang masih cukup tinggi serta kompleksitas prosedur pengajuannya.
Menarik adalah tanggapan pembicara dari Singapura yang menyatakan bahwa program pengampunan pajak Indonesia dapat menjadi model dunia. Yaitu, terkait dengan pertimbangan bahwa pengampunan pajak sebagai the second best policy untuk menuju kepatuhan jangka panjang maka program pengampunan pajak dapat dibuat dengan sederhana dan ramah. Indonesia telah berhasil menerapkan program pengampunan pajak yang sederhana dan ramah tersebut untuk meraup penerimaan pajak yang tinggi, sebagai langkah awal menuju reformasi pajak, dan menghadapi pertukaran informasi keuangan global.