Ilustrasi. Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (14/11/2024). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengestimasikan penerimaan pajak rokok pada tahun depan mencapai Rp22,98 triliun.
Estimasi penerimaan pajak rokok pada 2025 tersebut naik 0,74% dari estimasi pada tahun ini senilai Rp22,79 triliun. Dalam Keputusan Dirjen Perimbangan Keuangan No. KEP-49/PK/2024, diperinci nilai estimasi pajak rokok 2025 untuk setiap provinsi.
"Penetapan estimasi penerimaan pajak rokok untuk tiap-tiap provinsi tahun anggaran 2025…dipakai sebagai dasar penyusunan APBD tahun anggaran 2025 untuk masing-masing provinsi," bunyi diktum kedua keputusan tersebut, dikutip pada Kamis (21/11/2024).
Berdasarkan estimasi pajak rokok ini, gubernur akan menetapkan alokasi bagi hasil pajak rokok untuk masing-masing kabupaten/kota di wilayahnya masing-masing. Lalu, alokasi tersebut juga digunakan sebagai dasar penyusunan APBD 2025 pada setiap kabupaten/kota.
Dalam lampiran Keputusan Dirjen Perimbangan Keuangan Nomor KEP-49/PK/2024, provinsi yang bakal menerima penerimaan pajak rokok terbanyak pada 2025 ialah Jawa Barat senilai Rp4,1 triliun. Disusul, Jawa Timur senilai Rp3,39 triliun dan Jawa Tengah Rp3,11 triliun.
UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) mendefinisikan pajak rokok sebagai pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah. Pemungutan pajak rokok ini merupakan kewenangan pemerintah provinsi.
Pajak rokok tersebut dikenakan atas konsumsi rokok, baik berupa sigaret, cerutu, rokok daun, dan bentuk rokok lainnya yang dikenai cukai rokok. Adapun pengenaan pajak rokok juga menyasar rokok elektrik.
Pajak rokok dipungut Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) bersamaan dengan pemungutan cukai. Setelah itu, pajak rokok tersebut disetor ke rekening kas umum daerah (RKUD) provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. (rig)