KONSULTASI PAJAK

Omzet UMKM di Bawah Rp500 Juta, Tidak Perlu Bayar Pajak Lagi?

Selasa, 19 Oktober 2021 | 09:30 WIB
Omzet UMKM di Bawah Rp500 Juta, Tidak Perlu Bayar Pajak Lagi?

Awwaliatul Mukarromah,
DDTC Fiscal Research. 

Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Fahra. Saat ini saya menjalani bisnis kecil aneka oleh-oleh dan memiliki omzet tahun terakhir senilai Rp300 juta. Sejauh ini, saya telah memanfaatkan pajak penghasilan (PPh) final UMKM sebesar 0,5% sesuai dengan PP 23/2018.

Kebetulan saya mendengar adanya perubahan ketentuan mengenai batasan peredaran usaha tidak kena pajak untuk perhitungan PPh final UMKM dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP) yang baru disahkan. Dengan adanya aturan baru ini, apakah ketentuan dalam PP 23/208 sudah tidak berlaku dan saya tidak perlu membayar PPh final UMKM lagi?

Fahra, Lampung.

Jawaban:
TERIMA kasih Ibu Fahra atas pertanyaannya. Memang betul, baru-baru ini pemerintah telah mengesahkan UU HPP, yang salah satunya mengubah ketentuan terkait dengan pengenaan PPh final bagi wajib pajak yang memiliki peredaran usaha tertentu.

Sebagaimana diketahui, dalam ketentuan PPh final UMKM PP 23/2018 yang saat ini berlaku, tidak ada batasan peredaran bruto tidak kena pajak. Oleh sebab itu, PPh final dengan tarif 0,5% tetap dikenakan terhadap wajib pajak orang pribadi UMKM berapapun omzetnya.

Lebih lanjut, UU HPP kemudian menambahkan ketentuan baru dalam Pasal 7 UU PPh, yaitu ayat (2a) yang berbunyi sebagai berikut:

Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak.”

Adapun yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e UU HPP adalah:

“Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
….
e. penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu,
yang diatur dalam atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan pada Pasal 7 ayat (2a) dan Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh versi UU HPP tersebut, dapat disimpulkan bagi wajib pajak orang pribadi yang menghitung PPh final dengan tarif 0,5% (PP 23/2018) dan memiliki peredaran bruto (omzet) sampai dengan Rp500 juta setahun tidak dikenai PPh.

Dengan demikian, PPh final hanya akan dikenakan saat peredaran bruto wajib pajak yang dimaksud secara akumulatif telah melebihi Rp500 juta dalam satu tahun pajak. Perlu diketahui pula, kebijakan tersebut akan mulai berlaku pada tahun depan atau tahun pajak 2022, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) UU HPP berikut:

"Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 [perubahan atas UU PPh] mulai berlaku pada tahun pajak 2022,"

Berdasarkan ketentuan di atas, apabila omzet usaha Ibu masih di bawah Rp500 juta maka mulai tahun pajak 2022 seharusnya Ibu tidak perlu lagi membayar PPh final UMKM. Sebaliknya, jika omzet usaha Ibu dalam tahun pajak tertentu telah melebihi Rp500 juta maka atas selisih di atas Rp500 juta tersebut akan dikenakan PPh final.

Namun demikian, perlu dipahami pula, saat ini ketentuan pengenaan PPh final 0,5% sesuai PP 23/2018 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan apa yang diatur dalam UU HPP. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 16 UU HPP yang berbunyi sebagai berikut:

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:
….
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.”

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

27 Oktober 2021 | 20:43 WIB

gak perlu dong jadi PKP..krn batas PKP khan 4,8 M omset setahun

23 Oktober 2021 | 08:24 WIB

Kalau utk pedagang makanan online yang penjualannya hanya melalui gofood/grabfood dll, penghitungan omzet usaha-nya bagaimana ya? Kalau dihitung dari harga jual di aplikasi, kan langsung dipotong komisi dulu oleh penyedia aplikasi sebesar 20% sebelum hasil penjualan diterima oleh pedagang. Bahkan utk gofood, maaih ditambah lagi potongan Rp.1000 per order yang diterima resto. Mestinya sih omzet usaha dihitung dari pendapatan setelah dipotong komisi ya.. 20% itu besar loh DJP..

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 04 Mei 2024 | 07:35 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

DJP Memulai Penelitian Komprehensif, Ikuti Daftar Prioritas Pengawasan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 07:30 WIB KOTA PANGKALPINANG

Hindari Sanksi, Pemkot Wanti-Wanti WP Bayar Pajak Sebelum Jatuh Tempo

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:43 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Siapkan Insentif untuk Mobil Hybrid, Seperti Apa?

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:25 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bikin NPWP Belasan Tahun Lalu dan Kini Non-Aktif, Bisa Digunakan Lagi?

BERITA PILIHAN