PEER REVIEW MAP

OECD Minta Masukan Wajib Pajak Indonesia

Kurniawan Agung Wicaksono | Jumat, 16 November 2018 | 10:48 WIB
OECD Minta Masukan Wajib Pajak Indonesia

ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) meminta masukan wajib pajak Indonesia terkait dengan prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedure/MAP) dalam penyelesaian sengketa.

Indonesia, bersama Brasil, Bulgaria, China, Hong Kong, Papua Nugini, Rusia, dan Arab Saudi masuk dalam kelompok (batch) ketujuh dalam jadwal penilaian (assessment) peer review tahap 1 dalam aksi ke-14 proyek Base Erosion And Profit Shifting (BEPS) OECD.

“OECD mengundang pembayar pajak untuk mengajukan masukan yang spesifik pada masalah yang berkaitan dengan akses ke MAP, kejelasan dan ketersediaan panduan MAP, serta pelaksanaan perjanjian MAP untuk masing-masing yurisdiksi,” ujar pihak OECD, seperti dikutip dari laman resminya, Jumat (16/11/2018).

Baca Juga:
Pilar 1 Tak Kunjung Dilaksanakan, Kanada Bersiap Kenakan Pajak Digital

Batch ketujuh dari peer review jatuh pada Desember 2018. Batch pertama sudah dimulai pada Desember 2016. Negara-negara yang mendaftar untuk bergabung dalam kerangka inklusif BEPS telah berkomitmen menerapkan standar minimum BEPS.

Proses peer review dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap 1, penerapan standar minimum aksi ke-14 BEPS dievaluasi. Selanjutnya, pada tahap 2, fokus akan diberikan untuk pemantauan tindak lanjut dari rekomendasi yang dihasilkan dari laporan tahap 1 yurisdiksi.

Aksi ke-14 BEPS berfokus pada pembuatan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih efektif dan efisien. MAP digunakan untuk menyelesaikan perselisihan antara negara dan wajib pajak terkait pajak lintas batas untuk perdagangan dan investasi yang sering memunculkan perpajakan berganda.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi Peredaran Usaha dan HPP

Menurut OECD, wajib pajak sebagai pengguna utama dari MAP memiliki peran penting dalam memberi masukan. Masukan yang disampaikan merupakan kunci dari peninjauan yang dilakukan OECD.

“Kami mendorong pembayar pajak dan asosiasi pembayar pajak, misalnya asosiasi bisnis dan industri, untuk menyelesaikan kuesioner dan mengembalikannya ke [email protected] (dalam format Word) paling lambat 13 Desember 2018,” tulis OECD. Kuesioner dapat diunduh di sini. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 05 April 2024 | 17:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi Peredaran Usaha dan HPP

Kamis, 04 April 2024 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP: WP yang Ajukan Ultimum Remedium Pasal 44B UU KUP Terus Meningkat

Kamis, 04 April 2024 | 10:04 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pastikan PSIAP Tepat Waktu, Komwasjak Kunjungi Ditjen Pajak

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M