ADDIS ABABA, DDTCNews – Kementerian Keuangan dan Kerjasama Ekonomi (MoFEC) Ethiopia menggandeng bank dunia (World Bank) untuk melakukan sebuah survei yang bertujuan untuk menilai efektivitas kebijakan tax holiday yang diterapkan di negara tersebut.
Menteri MoFEC Abraham Tekeste mengatakan bahwa survei tersebut dilakukan menyusul adanya rencana reformasi pajak yang sedang diusulkan dalam anggaran tahun fiskal berikutnya. Sebuah komite dibentuk yang terdiri dari MoFEC, World Bank, dan Otoritas Pendapatan & Bea Cukai Ethiopia (ERCA) untuk melakukan survei tersebut.
“Kami melakukan penelitian untuk menganalisis mengapa penerimaan pajak tidak tumbuh sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara. Tidak hanya itu, target rasio pajak sebesar 17% dalam tiga tahun ke depan juga menjadi alasan pentingnya survei dilakukan,” ungkapnya, Senin (3/7).
Meskipun pemerintah Ethiopia telah merencanakan untuk menaikkan porsi pajak ke PDB setiap tahun sebesar 1%, namun tahun lalu turun menjadi 12,4% dari 13,3% pada 2014-2015.
Selain itu, MoFEC telah mengusulkan revisi anggaran untuk menaikkan porsi penerimaan pajak menjadi ETB196,4 miliar pada tahun anggaran 2017-2018 dari yang ditetapkan sebelumnya sebesar ETB170 miliar.
Survei tersebut akan menilai ketentuan undang-undang, peraturan, atau praktik pajak yang dinilai dapat mengurangi pendapatan pajak. Ini termasuk insentif pajak khusus yang datang dalam bentuk pengecualian (tax exemption) dan tax holiday.
Survei akan dilakukan setelah pemerintah Ethiopia menyatakan menolak untuk mempertimbangkan rekomendasi dari International Monetary Fund (IMF) sembilan bulan yang lalu untuk meninjau tax holiday yang diberikan kepada investor lokal maupun asing.
IMF, seperti dilansir dalam allafrica.com, mengatakan bahwa rasio pajak terhadap PDB yang rendah, pemberian insentif pajak dalam bentuk tax holiday merupakan tantangan utama bagi sistem administrasi perpajakan di negara Ethiopia.
“Ketika pemerintah memberikan preferensi pajak kepada kelompok tertentu, hal itu akan meningkatkan beban para pembayar pajak lainny. Jadi, pemberian insentif pajak harus dievaluasi untuk efektivitas biaya,” kata IMF. (Gfa/Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.