Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mencatat setidaknya terdapat 4 fakta yang didapat dari penyelenggaraan tax amnesty yang membuat program pengungkapan sukarela (PPS) perlu diselenggarakan.
Dalam kata sambutan pada buku panduan PPS yang diterbitkan oleh DJP, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan jumlah wajib pajak yang ikut tax amnesty masih jauh dari jumlah wajib pajak secara total.
Wajib pajak orang pribadi yang ikut tax amnesty hanya 736.093 orang. Angka tersebut baru mewakili 3,88% dari total wajib pajak orang pribadi yang wajib melaporkan SPT pada 2016.
"Artinya, masih banyak potensi masyarakat atau wajib pajak yang tidak mengikuti program pengampunan pajak," ujar Suryo, dikutip Kamis (20/1/2022).
Fakta kedua, DJP mencatat uang tebusan dibayar oleh wajib pajak peserta tax amnesty masih belum mampu mencapai target senilai Rp165 triliun.
Ketiga, nilai harta yang direpatriasi wajib pajak dari luar negeri tercatat hanya senilai Rp146 triliun. Capaian tersebut jauh di bawah target repatriasi senilai Rp1.000 triliun.
Terakhir, harta dalam negeri yang dideklarasikan oleh wajib pajak pada tax amnesty tercatat mencapai Rp3.700,8 triliun. Hal ini mengindikasikan rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam negeri dan banyaknya potensi yang belum tergali.
"Oleh karena itu, dipandang perlu membentuk UU HPP yang salah satu programnya adalah PPS. Program ini berlangsung mulai 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022," ujar Suryo.
Bagi wajib pajak peserta tax amnesty yang kurang lengkap dalam medeklarasikan hartanya, wajib pajak tersebut diberi kesempatan lagi untuk mengungkapkan hartanya melalui kebijakan I PPS.
Bila kesempatan ini tidak dimanfaatkan, wajib pajak berpotensi harus membayar PPh final sesuai dengan tarif pada PP 36/2017 ditambah dengan sanksi kenaikan sebesar 200% bila harta yang tak dilaporkan tersebut ditemukan oleh DJP. (sap)