TAHUN 2019 merupakan tahun yang sangat penting bagi masyarakat indonesia untuk menentukan nasib bangsa ini setidaknya untuk waktu lima tahun ke depan. Tepat pada bulan April nanti masyarakat akan mengadakan pesta demokrasi untuk menentukan siapakah yang akan memimpin indonesia.
Salah satu hal yang menjadi menjadi tolak ukur untuk mengatakan suatu negara itu berkembang dilihat dari kekuatan perekonomiannya. Saat ini Indonesia berada di urutan ke-15 sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Untuk itu, sangatlah penting agar negara ini dipimpin oleh orang-orang yang benar-benar paham hal apa yang di butuhkan untuk mengembangkan perekonomian Indonesia. Apabila kebijakan yang dikeluarkan oleh para pembuat kebijakan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan maka akan berdampak pada perekonomian Indonesia.
Salah satu kebijakan perekomomian yang menurut saya sangat penting adalah kebijakan perpajakan. Pada pemilihan presiden 2019, ada dua pasangan capres dan cawapres yang bersaing meraih simpati masyarakat Indonesia yaitu, Jokowi-Ma’ruf Amin (pasangan nomor urut satu) dan Prabowo-Sandiaga Uno (pasangan nomor urut dua). Kedua pasangan tersebut masing-masing memiliki visi yang berbeda mengenai kebijakan di sektor perpajakan jika nantinya mereka terpilih untuk memimpin Indoesia.
Rencana Kebijakan Pajak Jokowi-Ma’ruf Amin
Pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin memilih untuk melanjutkan kebijakan di periode sebelumnya yaitu reformasi perpajakan. Bukan tanpa alasan, Jokowi merupakan calon petahana jadi tidak mengherankan jika dia pasti memiliki keinginan untuk melanjutkan kebijakannya pada periode yang lalu yang kenal sebagai reformasi perpajakan.
Dalam program reformasi perpajakan ini salah yang menjadi agenda adalah perubahan sistem perpajakan mulai dari regulasi tentang pajak, pembenahan organisasi (Direktorat Jendral Perpajakan), sumber daya manusia (fiskus) dan juga perbaikan sistem informasi.
Reformasi perpajakan ini merupakan suatu usaha yang dilakukan Jokowi untuk meningkatkan kepercayaan masyarkat kepada penyelanggara perpajakan karena selama ini dunia perpajakan di Indonesia dinilai oleh masyarakat sebagai salah satu ladang subur para koruptor. Selain itu reformasi perpajakan ini juga lebih memudahkan dalam pelayanan dengan adanya perbaikan sistem informasi perpajakan.
Sistem informasi ini juga akan berimbas pada keterbukaan informasi tentang wajib pajak yang selama ini sangat sulit untuk dideteksi, salah satunya adalah rekening warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri untuk menghindari pajak.
Keterbukaan informasi ini dibuktikan dengan ditandatanganinya joint declaration antara pemerintah Indonesia dan Swiss mengenai pertukaran data keuangan atau yang dikenal sebagai Automathic Exchange of Information (AEoI) yang akan memudahkan pemerintah dalam mendeteksi orang-orang yang menyimpan uang mereka di bank Swiss.
Bukan tanpa alasan, hal ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menarik semua kekayaan masyarakat Indonesia yang disembunyikan di luar negeri dan jumlahnya pun tidak main-main ada sekitar US$250 miliar dana yang disembunyikan, belum lagi aset yang ada di dalam negeri yang belum tercatat dengan baik.
Dari data tersebut pemerintah pun telah melaksanakan program tax amnesty untuk mengalihkan dana yang disimpan masyarakat Indonesia yang ada di luar negeri dan tentu saja itu akan membuat penerimaan pajak akan meningkat.
Perbaikan regulasi perpajakan di harapkan dapat berdampak baik bagi iklim usaha yang di Indonesia, terlebih sistem informasi ini akan semakin memudahkan dan mengingkatkan kepercayaan masyarakat. Jika tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah baik, maka secara tidak langsung itu akan mempengaruhi pertumbuhan investasi yang pada akan berdampak baik pada perekonomian.
Selain itu, dalam reformasi perpajakan salah satu hal yang menjadi perhatian adalah perbaikan sumber daya manusia karena sebaik apapun sistem informasi dan regulasi yang dibuat tidak akan berpengaruh jika sumber daya manusia yang dimiliki tidak mampu bekerja mengikuti kebijakan yang telah dibuat.
Selain reformasi perpajakan, pemberian insentif pajak bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) akan membuat para pelaku usaha semakin bersemangat untuk mengembangkan usahany,a yang pada akhirnya juga akan berdampak baik bagi perekonomian.
Insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada pelaku usaha di sektor UMKM yaitu penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final dari 1% menjadi 0.5%. UMKM memiliki peran yang sangat penting dalam menyerap tenaga kerja dan juga merupakan salah satu penyumbang terbesar nilai produk domestik bruto (PDB) serta merupakan salah satu solusi yang efektif untuk mengatasi masalah perekonomian di kalangan masyarakat kelas kecil dan menengah.
Namun demikian, untuk mewujudkan tujuan dari reformasi perpajakan tersebut dibutuhkan koordinasi yang melibatkan semua pihak. Selain itu pengawasan yang ketat juga perlu dilakukan agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga.
Dalam program reformasi perpajakan ini tentu respons dari masyarakat akan sangat beragam. Pasalnya, dalam reformasi perpajakan ini sistem perpajakan akan menjadi lebih ketat dengan adanya keterbukaan informasi keuangan wajib pajak.
Rencana Kebijakan Pajak Prabowo-Sandiaga Uno
Tidak mau kalah dengan pasangan nomor urut satu, pasangan nomor urut dua juga memiliki visi di bidang perpajakan di antaranya adalah menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), menurunkan tarif PPh pasal 21 orang pribadi, dan menghapus pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi rumah tinggal utama dan pertama.
Selain itu, ada rencnan pemangkasan birokrasi yang menghambat reformasi perpajakan untuk merangsang gairah usaha dan meningkatkan daya saing terhadap negara tetangga serta meningkatkan akses masyarakat terhadap buku yang murah dan terjangkau melalui kebijakan perpajakan yang menunjang.
Visi pasangan capres nomor urut dua ini merupakan kabar baik bagi masyarakat Indonesia terutama bagi para pelaku usaha. Penaikan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga roda perekonomian akan berjalan dengan baik.
Selain meningkatkan daya beli masyarakat, kebijakan ini juga akan memacu laju investasi sehingga perekonomian akan akan mengalami trend yang positif. Namun dengan adanya pemangkasan ini potensi penerimaan negara yang ditargetkan oleh pemerintah pada 2019 akan jadi menurun sehingga rencana pendapatan tidak akan mencapai target.
Tahun ini, pemerintah menargetkan pendapatan dari sektor pajak sebesar Rp1.577,6 triliun dalam APBN 2019 dan ketika kebijakan tersebut diterapkan maka potensi untuk mencapai target akan jadi menurun. Bisa dipastikan penerimaan negara akan jadi menurun ketika dilakukan penyesuaian dan pemangkasan tarif pajak. Ketika target penerimaan ini tidak tercapai akan terjadi deficit anggaran maka untuk menutupi kekurangan tersebut negara harus mengambil pinjaman yang akan menambah beban utang.
Pemangkasan birokrasi merupakan salah satu strategi yang cukup baik karena mengingat selama ini masyarakat menganggap sistem perpajakan yang ada terlalu rumit dan menjadikan direktorat jenderal perpajakan sebagai tempat yang rawan korupsi. Tetapi perlu diperhatikan bahwa saat ini pemerintah justru masih kekurangan jumlah sumber daya manusia (fiskus) dalam menjalankan tugas perpajakan.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.