JAKARTA, DDTCNews - Tren pemeriksaan pajak dalam 1 dekade terakhir menunjukkan bahwa isu transfer pricing terus menjadi the most challenging of tax issues. Tren ini dapat dilihat pada nilai koreksi transfer pricing di berbagai negara.Â
Sebagai gambaran, di India, koreksi transfer pricing atas pemeriksaan pajak sepanjang 2005 hingga 2015 mencapai US$45,04 miliar. Selain India, berbagai negara juga telah memperbaiki prosedur dan kebijakan pemeriksaan transfer pricing mereka.
Sebagai contoh, melalui revisi atas ketentuan transfer pricing pada 2018, otoritas pajak Nigeria memperketat aturan bagi wajib pajak Nigeria yang melakukan transaksi pembelian dengan pihak afiliasi yang bertindak sebagai procurement center.
Di Indonesia, pedoman pemeriksaan transfer pricing tertuang pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013.
SE-50/2013 merupakan tuntunan teknis pemeriksaan yang dapat digunakan pemeriksa pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa.Â
Tujuannya, untuk memberikan kemudahan dan keseragaman bagi pemeriksa pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa guna menjamin pemeriksaan yang berkualitas.
Sebagai bagian dari ketentuan prosedural perpajakan, proses pemeriksaan transfer pricing dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu tahapan persiapan pemeriksaan, tahapan pelaksanaan pemeriksaan, dan tahapan penyelesaian pemeriksaan.
Perlu diperhatikan, permasalahan transfer pricing merupakan permasalahan yang melibatkan fakta. Oleh karena itu, diperlukan perbedaan penanganan kasus transfer pricing dengan kasus perpajakan lainnya.
Misalnya, tersedianya pemeriksa pajak yang memiliki spesialisasi untuk menangani permasalahan transfer pricing, perbedaan dalam ketentuan jangka waktu pemeriksaan, pedoman pemeriksaan, dan kriteria pemeriksaan.
Dalam hal tersedianya pemeriksa pajak yang terspesialisasi, pemeriksa pajak juga perlu mengedepankan pentingnya soft skills terkait dengan keahlian teknis, seperti bernegosiasi dan berkomunikasi.
Kedua keahlian teknis ini juga penting mempertimbangkan transfer pricing ialah ilmu yang tidak pasti (not an exact science). Oleh karena itu, apabila pemeriksa pajak memiliki kedua kemampuan tersebut maka akan membantu proses pembahasan pemeriksaan dalam ruang diskusi menjadi lebih efektif.
Sementara itu, bagi wajib pajak, langkah efektif untuk menghadapi proses pemeriksaan adalah mengukur risiko transfer pricing yang dihadapinya.Â
Untuk mengukur risiko transfer pricing, wajib pajak perlu memahami ketentuan pemeriksaan transfer pricing dan dampak dari pemeriksaan tersebut atas kebijakan transfer pricing yang dilakukannya.
Perlu diperhatikan juga, proses pemeriksaan yang dilakukan oleh otoritas pajak suatu negara terhadap wajib pajak perusahaan multinasional dapat berdampak pada negara lainnya tempat perusahaan multinasional tersebut beroperasi.Â
Oleh karena itu, banyak negara yang saat ini melakukan kerja sama internasional dalam melakukan pemeriksaan transfer pricing melalui pertukaran informasi ataupun pelaksanaan pemeriksaan transfer pricing secara bersama-sama.
Pada buku DDTC berjudul Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua: Volume II), penulis telah menguraikan aspek-aspek pemeriksaan transfer pricing yang berhubungan dengan kriteria pemeriksaan, risiko pemeriksaan bagi wajib pajak, dan kerja sama pemeriksaan yang dilakukan oleh otoritas pajak.
Miliki buku tersebut melalui tautan berikut: https://store.perpajakan.ddtc.co.id/products/transfer-pricing-ide-strategi-dan-panduan-praktis-dalam-perspektif-pajak-internasional-edisi-kedua-volume-ii (rig)