LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Menelisik Arah Kebijakan Pajak Capres-Cawapres 2019

Redaksi DDTCNews | Senin, 17 Desember 2018 | 15:22 WIB
Menelisik Arah Kebijakan Pajak Capres-Cawapres 2019
Putri Balqis Aurely, S1 Ilmu Administrasi Fiskal UI.

TAHUN politik merupakan salah satu tahun yang menjadi sorotan bagi masyarakat dan pemerintah. Dalam tahun politik, seluruh pihak dapat menilai dan menganalisis kebijakan apa saja yang akan diimplementasikan dan bagaimana dampaknya bagi kesejahteraan masyarakat. Salah satu isu yang penting untuk disoroti adalah kebijakan pajak yang menjadi ujung tombak bagi pemerataan kesejahteraan rakyat.

Dilihat dari tahun politik dalam pemilihan umum Capres dan Cawapres Republik Indonesia di tahun 2019, terdapat dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, yaitu pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Masing-masing pasangan memiliki program dan kebijakan pajak yang diunggulkan.

Pada pasangan Jokowi-Ma’ruf, program pajak yang dijanjikan yaitu menguatkan kebijakan fiskal dengan mengedepankan kelanjutan program reformasi perpajakan. Kebijakan reformasi perpajakan dilihat sebagai kunci peningkatan daya saing perekonomian nasional dan penurunan tingkat kesenjangan. Dalam melakukan reformasi perpajakan tersebut harus dilandasi oleh asas-asas pemungutan pajak agar pemungutannya dapat dilakukan dengan ideal.

Asas Ease of Administration dalam program tersebut tentunya sangat dikedepankan. Pasangan Jokowi-Ma’ruf menetapkan program tersebut yang arahnya adalah untuk meningkatkan efisiensi, kemudahan berusaha, dan menciptakan level of playing field yang berkeadilan. Tentunya asas lain, efficiency, simplycity dan equality juga tidak diabaikan.

Selan itu, Jokowi-Ma'ruf juga berupaya menghadirkan APBN yang sehat dan mandiri yang memenuhi asas revenue productivity. Reformasi perpajakan yang dilakukan diharapkan dapat mendorong APBN yang lebih kuat dalam menunjang pembiayaan pembangunan..

Pada dasarnya, reformasi perpajakan dilakukan untuk menciptakan kemudahan dalam administrasi sehingga mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Program tersebut didukung oleh program pajak lainnya yaitu dengan memberikan insentif pajak bagi UMKM.

Pemberdayaan UMKM kini semakin strategis karena UMKM memiliki potensi yang besar dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Selain itu, UMKM menjadi tumpuan sumber pendapatan bagi sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan.

Program tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan jumlah wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak UMKM. Karena dasarnya, sistem pemungutan pajak penghasilan (PPh) yang diterapkan di Indonesia adalah self assessment system, dalam sistem tersebut kepatuhan wajib pajak yang diutamakan.

Melalui pemberian insentif pajak tersebut diharapkan akan berdampak positif terhadap kenaikan tingkat investasi dan menimbulkan berbagai efek multiplier terhadap perekonomian nasional. Dengan demikian, penerimaan negara dari sektor pajak akan meningkat.

Sedangkan, dari sisi pasangan capres dan cawapres nomor dua Prabowo-Sandi, program pajak yang diunggulkan yaitu untuk meningkatkan daya beli masyarakat dengan menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menurunkan tarif PPh Pasal 21. Kenaikan batas PTKP sebelumnya pernah dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.

Dalam satu sisi kebijakan ini membawa dampak baik bagi perekonomian Indonesia ditengah lesunya perekonomian dunia. Pasalnya dengan kenaikan PTKP ini akan mendorong konsumsi domestik sehingga akan berdampak baik pada ekonomi Indonesia.

Peningkatan PTKP dapat meningkatkan kesejahteraan karena masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah PTKP diharapkan mendapatkan manfaat berupa kenaikan take home pay bagi wajib pajak, dan menggunakan penghasilannya untuk meningkatkan daya beli, sehingga potensi pemajakan lainnya dapat diperoleh dari PPN atas konsumsi yang meningkat.

Di sisi lain, peningkatan PTKP akan mengurangi jumlah wajib pajak yang tentunya mengakibatkan penurunan realisasi dari penerimaan pajak itu sendiri, sehingga asas revenue productivity tidak begitu diutamakan.

Pada dasarnya, tingkat PTKP di Indonesia merupakan batas yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara lain. Bahkan ada beberapa negara yang tidak menerapkan PTKP kepada warga negaranya, sehingga semua warga negara wajib membayar pajak jika sudah berpenghasilan.

Namun, kebijakan ini akan sia-sia jika pemerintah tidak dapat mengendalikan inflasi. Setiap terjadi kenaikan penghasilan, harga kebutuhan pokok juga turut naik, sehingga tidak memiliki dampak yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, kenaikan PTKP ini juga harus diikuti dengan pengendalian inflasi agar perekonomian terus tumbuh positif.

Program kenaikan PTKP juga didukung dengan program penurunan tarif PPh Pasal 21. Penurunan tarif PPh Pasal 21 tentunya memberikan manfaat berupa kenaikan take home pay bagi pekerja (wajib pajak). Semakin besar penghasilan pekerja, semakin besar manfaat kenaikan take home pay yang dinikmatinya. Selain itu, wajib pajak yang berpenghasilan di bawah atau sama dengan PTKP memperoleh manfaat dari stimulus pajak berupa PPh nihil karena adanya peningkatan PTKP tersebut.

Program pajak lain yang dijanjikan oleh Prabowo-Sandi yaitu menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah tinggal utama dan pertama. PBB merupakan salah satu penerimaan daerah yang memiliki kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan daerah. Walaupun banyak sektor lain yang menjadi penerimaan daerah, penghapusan PBB bagi rumah tinggal utama dan pertama tentunya akan menghilangkan potensi penerimaan daerah yang cukup signifikan.

Asas revenue productivity pada program ini juga tidak diutamakan, karena pemerintah daerah akan kehilangan penerimannya, meskipun penghapusan PBB tersebut tentunya diarahkan untuk meringankan beban para wajib pajak dalam membayar PBB bagi rumah tinggal utamanya.

Program pajak yang dimiliki masing-masing pasangan Capres-Cawapres tentunya memiliki sisi baik dan kurang baik, hal itu tergantung bagaimana masing-masing pasangan menerapkannya dan bagaimana mereka mengimbangi dengan kebijakan lain agar kebijakan yang dijalankan tetap pada tujuan positifnya.

Pasangan Jokowi-Ma’ruf dilihat memiliki program pajak yang bersifat melanjutkan sedangkan pasangan Prabowo-Sandi bersifat agresif. Hal tersebut tentunya dapat dinilai oleh masing-masing pihak dan masyarakat pun juga dapat menilainya dari program pajak tersebut, karena pajak adalah instrumen vital dalam penyelenggaraan negara. Tanpa pajak, negara bisa dibilang lumpuh karena kekurangan 'sumber dana pembangunan'.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 11 Maret 2024 | 14:30 WIB UNIVERSITAS INDONESIA

Mau Tanya Soal Pelaporan SPT? Klinik Pajak UI Buka Layanan Konsultasi

Rabu, 06 Maret 2024 | 18:00 WIB UNIVERSITAS INDONESIA

Jadi Unggulan, Akuntansi FEB UI Siap Cetak Lulusan Berkualitas Global

Rabu, 06 Maret 2024 | 17:15 WIB UNIVERSITAS INDONESIA

Indonesia Masih Butuh Profesional Pajak Andal, Anak Muda Perlu Bersiap

Rabu, 06 Maret 2024 | 15:55 WIB UNIVERSITAS INDONESIA

Perkembangan Teknologi Jadikan Prospek Profesi Pajak Makin Luas

BERITA PILIHAN