LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Mendorong Akuntabilitas Belanja Negara untuk Peningkatan Tax Ratio RI

Redaksi DDTCNews
Rabu, 08 November 2023 | 17.00 WIB
ddtc-loaderMendorong Akuntabilitas Belanja Negara untuk Peningkatan Tax Ratio RI

Chelsea Angelica,

Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta

CAPAIAN tax ratio atau rasio pajak Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara berpendapatan menengah lainnya. Pada 2022, tax ratio Indonesia hanya 10,38%. Sementara itu, rata-rata tax ratio negara berpendapatan menengah lainnya berada di rentang 16% hingga 18%.

Rendahnya tax ratio ini kontradiktif dengan kinerja perekonomian Indonesia yang sedang mengalami pertumbuhan tinggi. Pada 2022 misalnya, ekonomi RI mampu tumbuh 5,3%. 

Dengan melihat kondisi tersebut, bisa disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak masih rendah. Peningkatan kinerja ekonomi, yang menggambarkan bertambahnya kemampuan ekonomi masyarakat, semestinya diikuti dengan kenaikan penerimaan pajak. Secara sederhana, pertumbuhan ekonomi yang meningkat juga semestinya linier dengan perbaikan tax ratio.

Tidak sejalannya kinerja ekonomi dengan tax ratio cukup disayangkan. Apalagi, Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan pembangunan. 

Jadi, apa yang membuat rakyat Indonesia memiliki tingkat kepatuhan membayar pajak yang rendah?

Penulis melihat kepatuhan pajak sangat berkaitan erat dengan trust atau kepercayaan oleh wajib pajak kepada fiskus. Jika masyarakat memercayai bahwa uang pajak yang disetorkan benar-benar dimanfaatkan untuk sebaik-baiknya kemakmuran rakyat maka kepatuhan sukarela juga akan mengikuti.

Pemerintah harus memastikan tidak ada lagi stigma negatif oleh masyarakat terhadap otoritas pajak. Dengan begitu, rakyat tidak lagi merasa kewajiban membayar pajak hanya menggerus kemampuan ekonomi mereka tanpa adanya timbal balik. Trust perlu dibangun tidak hanya terhadap wajib pajak orang pribadi, tetapi juga perusahaan atau badan.

Adanya ketidakpercayaan oleh wajib pajak kepada otoritas berpeluang memunculkan praktik tax avoidance atau penghindaran pajak. Minimnya transparansi pengelolaan pajak bisa mendorong wajib pajak melakukan tax avoidance secara legal dengan memanfaatkan celah hukum yang berlaku.

Transparansi untuk Mencegah Penghindaran Pajak

Indonesia tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pada kuartal II/2023, ekonomi nasional mampu tumbuh sebesar 5,17%. Negara semestinya mampu memanfaatkan gemilangnya kinerja perekonomian dengan mengoptimalkan pemungutan pajak sehingga bisa mendongkrak penerimaan. 

Namun, dengan masih adanya celah penghindaran pajak maka upaya optimalisasi penerimaan bakal terhambat. Lantas apa yang perlu dilakukan pemerintah untuk memastikan penerimaan pajak bisa dicapai secara optimal?

Penulis menyodorkan 2 solusi agar kebijakan pajak bisa berjalan sepenuhnya sebagai pengerek pendapatan negara. Pertama, perbaikan transparansi dan akuntabilitas belanja negara. Masyarakat terkadang dihadapkan pada penggunaan anggaran negara yang tidak semestinya.

Risiko penyelewengan anggaran pemerintah bisa ditemukan di sejumlah proyek pembangunan. Contohnya, publik sempat dihebohkan dengan kabar tentang pembangunan toilet sekolah dasar (SD) yang menelan anggara Rp500 juta. Sekilas, angka sebesar itu tidak kepada dengan peruntukannya. Namun, pemkab lantas menerangkan bahwa anggaran tersebut digunakan untuk membangun toilet di 4 SD sekaligus. 

Belajar dari kasus tersebut, penting bagi pemerintah untuk mengedepankan transparansi dalam proyek pembangunan. Dugaan-dugaan penyelewengan anggaran negara ini berpeluang makin menggerus kepercayaan rakyat terhadap pengelolaan uang pajak. 

Selain pembangunannya, pemerintah juga perlu memastikan perawatan terhadap setiap infrastruktur atau fasilitas publik dijalankan dengan baik. Banyaknya fasilitas publik yang terbengkalai dan tak bisa lagi dipergunakan justru membuat belanja negara yang sempat dilakukan menjadi sia-sia. 

Transparansi dan akuntabilitas dalam setiap penggunaan anggaran negara juga bisa menekan celah korupsi. Indeks persepsi korupsi Indonesia masih berada di level 34, jauh di bawah skor maksimalnya, yakni 100. Masih tingginya celah korupsi juga berpotensi makin memangkas kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta otoritas pajak. 

Solusi kedua, pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan begitu, pemerintah bisa menunjukkan tanggung jawab dalam mengalokasikan anggaran pembangunan. Rakyat juga bisa benar-benar merasakan manfaat dari uang pajak yang mereka setorkan. 

Pada akhirnya, pemerintah perlu secara konsisten menjaga transparansi dan akuntabilitas belanja negara. Rakyat perlu diyakinkan bahwa setiap detail alokasi belanja memang ditujukan untuk menyejahterakan rakyat tanpa terkecuali.

Dengan demikian, rakyat tidak lagi merasa terpaksa membayar pajak, tetapi justru menganggapnya sebagai 'investasi' untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Kepatuhan sukarela yang meningkat tentunya akan berujung pada peningkatan penerimaan pajak dan perbaikan tax ratio. 

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.