PEMERINTAH daerah berperan penting dalam konteks penyediaan barang dan jasa publik seiring meningkatnya penerapan desentralisasi di berbagai negara. Temasuk di antaranya yaitu mengenai pelimpahan kewenangan fiskal ke daerah. Secara teori, desentralisasi fiskal dipercaya dapat memperbaiki tata kelola dan mendorong pemerintah daerah untuk lebih bertanggung jawab dan responsif.
Walaupun menjadi kebijakan yang semakin populer, banyak pula negara yang telah dan akan gagal dalam mencapai sistem desentralisasi fiskal yang efektif. Buku Decentralization in Developing Countries: Global Perspectives on the Obstacles to Fiscal Devolution kemudian hadir untuk mengulas hal tersebut.
Secara umum, seluruh bahasan dalam buku yang diterbitkan pada tahun 2011 ini ditujukan untuk mengidentifikasi hambatan utama terhadap proses desentralisasi fiskal di beberapa negara. Lebih lanjut, para kontributor juga menyajikan hal-hal apa saja yang mungkin dilakukan serta yang harus dihindari.
Buku ini bertujuan agar para pembuat kebijakan desentralisasi fiskal dapat menghindari kesalahan desain kebijakan yang serupa sehingga dapat mencapai efektivitas program dengan lebih cepat dan dengan landasan yang lebih aman.
Sebelum memasuki pembahasan di masing-masing negara, Jorge Martinez-Vasquez dan Francois Vaillancourt sebagai editor buku menyajikan suatu ulasan pembuka. Keduanya membahas tantangan reformasi hubungan fiskal antarpemerintah di sejumlah besar negara berkembang dan negara transisi yang semakin gencar menjalankan strategi desentralisasi fiskal.
Hambatan Desentralisasi
Sebanyak 29 ahli ekonomi publik membahas kasus penerapan desentralisasi fiskal di enam belas negara yang memiliki fitur sosio-ekonomi yang bervariasi mulai dari Albania di Benua Eropa hingga negara-negara dari Benua Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Pemilihan negara yang dijadikan objek studi kasus dalam buku ini juga beragam mulai dari kawasan yang kaya sumber daya alam hingga wilayah yang masih menjalani perang sipil.
Beragamnya karakter negara-negara yang diulas kemudian menjadi sangat relevan untuk dijadikan pelajaran bagi desentralisasi fiskal di Indonesia. Berdasarkan pengalaman menjalankan desentralisasi fiskal di berbagai negara tersebut, setidaknya terdapat lima faktor utama yang menjadi penyebab sistem desentralisasi fiskal tidak berjalan dengan maksimal.
Pertama, rancangan sistem desentralisasi tidak memiliki konsep yang kuat. Salah satunya disebabkan oleh tidak adanya expenditure assignmentyang jelas dan terkendala oleh sistem harmonisasi kebijakan antara pusat dengan daerah. Selain itu, rancangan sistem desentralisasi fiskal yang tidak mempertimbangkan ketergantungan transfer dari anggaran pusat yang berlebihan juga menjadi hambatan yang serius.
Kedua, hambatan yang berasal dari pusat. Pemerintahan pusat yang tidak kuat secara kelembagaaan seringkali menyebabkan desentralisasi menjadi tidak efektif. Contoh kasus lemahnya sistem di pusat tersebut ialah ketidakstabilan politik. Lebih lanjut, ketidaksiapan pemerintah pusat juga dapat terlihat dalam pengawasan dan pengoptimalan sistem pajak dan pungutan lainnya yang dikelola di tingkat pusat.
Ketiga, perlawanan dari suku-suku tradisional di daerah. Pada kasus di beberapa negara, hambatan desentralisasi juga dapat disebabkan oleh adanya konflik antara pemerintah daerah dengan suku tradisional. Selain itu, terdapat juga perlawanan dari pihak yang berkuasa secara ‘tidak formal,’ seperti misalnya kelompok kepentingan yang memiliki basis politik yang kuat di daerah.
Keempat, dampak sejarah dan pengaruh kolonial terhadap tradisi pola kekuasaan di daerah. Latar belakang historis tersebut berdampak pada potensi bahwa unit entitas di daerah kemudian tidak menjalankan fungsi desentralisasinya dikarenakan sumber daya manusianya tidak memiliki tujuan karir yang sejalan dengan tujuan desentralisasi.
Kelima, keengganan otoritas pusat dikarenakan ketakutan akan hilangnya kontrol politik. Walaupun desentralisasi secara konsep dapat meningkatkan efektivitas belanja publik, pihak pemerintah pusat seringkali beranggapan bahwa legitimasi mereka akan menurun. Terlebih, pada beberapa negara yang dianalisis, terdapat pula kekhawatiran akan terjadinya kompetisi politik dan melemahkan kekuatan politik partai yang berkuasa di pusat.
Sebagai penutup, buku ini juga menyampaikan bahwa desentralisasi tidaklah terbatas pada hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Lebih dari itu, desentralisasi juga berarti pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab, baik secara otonomi maupun fiskal, hingga tingkatan terendah dari pemerintah di mana banyak pelayanan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat sehari-hari. Selain itu, buku ini juga menyampaikan beberapa poin penting untuk menjawab pertanyaan mendasar terkait bagaimana mengimplementasikan desentralisasi fiskal secara efektif berdasarkan pengalaman berbagai negara tersebut.
Sebagai catatan perjalanan sebuah kebijakan, buku ini tentunya menawarkan pengalaman empiris yang dapat memperkuat pemahaman mengenai desentralisasi yang tidak terbatas pada pendekatan teoritis.
Tertarik untuk membaca buku ini lebih lanjut? Silakan berkunjung ke DDTC Library.