UU HPP

Mau Utak-Atik Tarif dan Objek Pajak Karbon, Pemerintah Butuh Restu DPR

Redaksi DDTCNews | Jumat, 08 Oktober 2021 | 15:27 WIB
Mau Utak-Atik Tarif dan Objek Pajak Karbon, Pemerintah Butuh Restu DPR

Foto udara area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di wilayah Tanjung Tiram, Kecamatan Moramo Utara, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (10/9/2021). ANTARA FOTO/Jojon/wsj.

JAKARTA, DDTCNews - Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP) memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengubah tarif dan objek pajak karbon.

Dalam Pasal 13 ayat (8) UU HPP, tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon. Oleh karena itu, penerapan tarif ke depannya akan mengikuti pergerakan harga di pasar karbon.

"Dalam hal harga karbon di pasar karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) lebih rendah dari Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar paling rendah Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara," tulis Pasal 13 ayat (9) UU HPP dikutip pada Jumat (8/10/2021).

Baca Juga:
Diskon PPh Badan 50% Bisa Dimanfaatkan WP Badan Tanpa Lewat Permohonan

Pemerintah memiliki kewenangan untuk menetapkan tarif, melakukan perubahan tarif, dan mengatur kembali dasar pengenaan pajak melalui regulasi setingkat peraturan menteri keuangan (PMK). Namun, beleid baru hanya bisa berlaku setelah pemerintah melakukan konsultasi dengan DPR RI.

Selanjutnya, objek pajak karbon juga bisa ditambah pemerintah. Opsi untuk menambah objek pajak karbon diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah (PP). Aturan setingkat PP tersebut disampaikan pemerintah dalam pembahasan RAPBN.

"Ketentuan mengenai penambahan objek pajak yang dikenai pajak karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan PP setelah disampaikan Pemerintah kepada DPR RI untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara," jelas Pasal 13 ayat (11) UU HPP.

Baca Juga:
Rawan Disalahgunakan Turis, Jepang Pakai Sistem Cashless Tax Refund

Selanjutnya, aturan turunan pajak karbon dalam bentuk PMK juga diperlukan dalam implementasi kebijakan. Aturan setingkat PMK dibutuhkan untuk ketentuan tentang tata cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, hingga mekanisme pengenaan pajak karbon.

Kemudian, PMK yang diterbitkan bisa mengatur tata cara pemberian insentif berupa pengurangan pajak karbon. Opsi ini berlaku bagi wajib pajak yang berpartisipasi dalam perdagangan emisi karbon, pengimbangan emisi karbon atau mekanisme lain yang sesuai aturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Tak Setor PPN Rp605 Juta, Direktur CV Diserahkan ke Kejaksaan

Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Kamis, 25 April 2024 | 15:00 WIB KOTA TANGERANG SELATAN

BPHTB Kini Terutang Saat PPJB, Jadi Peluang Peningkatan Penerimaan

Kamis, 25 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Bagikan Tip Terhindar Sanksi Saat Belanja Online dari Luar Negeri

Kamis, 25 April 2024 | 14:17 WIB KABUPATEN JOMBANG

Objek PBB-P2 Didata Ulang, Pemkab Hitung Pajak Terutang yang Akurat

Kamis, 25 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II

Kanwil DJP Jakarta Selatan II Resmikan Tax Center STIH IBLAM

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PTKP Karyawati Kawin Bisa Ditambah jika Suami Tak Punya Penghasilan

Kamis, 25 April 2024 | 13:00 WIB KEANGGOTAAN OECD

OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Pakai Stempel Perusahaan yang Berbeda, SPT Tahunan Tetap Sah?