Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Kemenkeu merilis kinerja APBN 2019 hingga akhir November. Realisasi penerimaan pajak terpantau masih jauh dari target yang ditetapkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan pajak hingga akhir November mencapai Rp1.136,2 triliun. Dengan demikian, realisasi ini baru mencapai 72% dari target APBN senilai Rp1.577,6 triliun.
Realisasi tersebut terkontraksi 0,04% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Artinya, kinerja penerimaan pajak per akhir November 2019 tambah memburuk dibandingkan per akhir Oktober 2019 yang masih bisa tumbuh 0,23%.
Dari nilai realisasi tersebut, penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) migas tercatat senilai Rp52,9 triliun. Capaian tersebut memenuhi 80% dari target APBN senilai Rp66,2 triliun atau terkontraksi sekitar 11,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Padahal, per akhir Oktober, penerimaan terkontraksi 9,3%.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut kinerja PPh migas sangat dipengaruhi oleh kinerja lifting minyak yang lebih rendah dari asumsi makro tahun ini. Kemudian, harga minyak dan nilai kurs juga lebih rendah dari asumsi yang dipatok oleh pemerintah.
“Jadi untuk PPh migas kita terkena triple hit dari lifting yang kurang, kemudian harga dan kurs yang berlaku saat ini lebih rendah dari asumsi makro," paparnya dalam konferensi pers, Kamis (19/12/2019).
Sementara itu, realisasi penerimaan pajak nonmigas tercatat masih tumbuh positif. Realisasi penerimaan pos ini mencapai Rp1.083,3 triliun atau sekitar 71,1% dari target senilai Rp1.511,4 triliun. Setoran pajak itu tercatat tumbuh 0,6% atau jauh lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu 14,8%. Padahal, per akhir Oktober, pertumbuhan masih bisa mencapai 0,8%.
Sri Mulyani berharap kinerja pajak akan tumbuh positif pada akhir tahun ini. Dengan demikian, shortfall – selisih kurang antara target dan realisasi – penerimaan pajak tidak terlampau lebar.
“Untuk shortfall kita hitung nanti per akhir Desember ini,” imbuhnya.
Sejauh ini, otoritas mengestimasi shortfall penerimaan pajak tahun ini akan berada di kisaran Rp140 triliun hingga Rp200 triliun. DDTC Fiscal Research memproyeksi dalam skenario terburuk, penerimaan pajak hanya akan mencapai 83,6% atau sekitar Rp1.318 triliun. Dengan demikian, shortfall berisiko makin dalam hingga mencapai Rp259 triliun.
Simak ulasan tantangan dan outlook pajak yang disampaikan DDTC Fiscal Research selengkapnya dalam majalah InsideTax edisi ke-41. Download majalah InsideTax di sini. (kaw)