RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pembuktian Pembelian TBS Sawit dari Kelompok Tani

Hamida Amri Safarina
Jumat, 10 Juni 2022 | 17.15 WIB
Sengketa Pembuktian Pembelian TBS Sawit dari Kelompok Tani

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pembuktian mengenai pembelian tandan buah segar (TBS) sawit dari kelompok tani. Dalam perkara ini, otoritas pajak menyatakan wajib pajak tidak terbukti melakukan transaksi pembelian TBS sawit dari kelompok tani.

Dalam proses pembuktian, wajib pajak tidak dapat membuktikan dalilnya dengan menggunakan dokumen yang autentik dan valid. Oleh karena itu, otoritas pajak menilai wajib pajak telah membeli TBS sawit dari pedagang pengumpul, bukan dari kelompok tani.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan otoritas pajak. Wajib pajak berdalil pihaknya telah membeli TBS sawit dari kelompok tani dan bukan dari pedagang pengumpul.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat pembelian TBS sawit oleh wajib pajak dilakukan dari kelompok tani dan bukan dari pedagang pengumpul.

Berdasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 210/PMK.03/2008 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-23/PJ/2009, pembelian TBS sawit dari kelompok tani tidak termasuk objek PPh Pasal 22 yang harus dipungut wajib pajak.

Adapun koreksi otoritas pajak atas DPP PPh Pasal 22 hanya didasarkan pada asumsi atau anggapan saja, tanpa didukung bukti yang kuat dan berkaitan langsung dengan transaksi pembelian yang sebenarnya terjadi.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 65725/PP/M.IA/10/2015 tanggal 16 November 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 11 Maret 2016.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi atas dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 22 senilai Rp12.669.759.844 yang tidak disetujui Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi positif atas akun nomor 4010010000. Koreksi tersebut dilakukan karena Termohon PK telah membeli TBS sawit dari pedagang pengumpul.

Menurut Pemohon PK, pembelian TBS sawit dari pedagang pengumpul merupakan objek PPh Pasal 22. Sebagai informasi, pedagang pengumpul merupakan orang pribadi maupun badan hukum yang mengumpulkan dan membeli TBS sawit dari petani ataupun badan hukum yang menghasilkan TBS sawit dari lahan kelapa sawitnya, serta selanjutnya pedagang pengumpul tersebut menjualnya kepada badan usaha industri dan/atau eksportir.

Lebih lanjut, terhadap pembelian TBS sawit dari pedagang pengumpul tersebut seharusnya terutang PPh Pasal 22. Kemudian, Termohon PK juga telah memiliki kewajiban untuk memungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industrinya dari pedagang pengumpul karena telah ditunjuk sebagai pemungut.

Pernyataan Pemohon PK tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-25/PJ/2003. Adapun ketentuan tersebut mengatur badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas bahan keperluan industri atau ekspornya dari pedagang pengumpul. Namun demikian, dalam perkara ini, Termohon PK tidak melaksanakan kewajiabnnya dalam memungut PPh Pasal 22 tersebut.

Selanjutnya, dalam proses pembuktian, Termohon PK juga tidak dapat membuktikan dalilnya dengan menggunakan dokumen yang autentik dan valid. Dalam konteks ini, Termohon PK hanya memberikan data pembelian TBS sawit berupa perincian nama penjual TBS sawit yang meliputi kelompok tani, petani, dan pihak yang belum dapat diidentifikasi.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK berdalil pihaknya telah membeli TBS sawit dari kelompok tani dan bukan dari pedagang pengumpul.

Apabila mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 juncto Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-23/PJ.2009, pembelian TBS sawit dari kelompok tani tidak dipungut PPh Pasal 22.

Pendapat Termohon PK tersebut didukung dengan dokumen-dokumen yang valid. Dokumen yang dimaksud ialah berupa laporan keuangan tahun 2009 yang telah diaudit oleh akuntan independen, general ledger, daftar perincian pembelian TBS sawit, bukti pembelian TBS sawit dari pihak lain, dan bukti pembayaran pembelian TBS sawit dari pihak lain.

Berdasarkan pada uraian di atas, Termohon PK berkesimpulan koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil, sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi atas DPP PPh Pasal 22 senilai Rp12.669.759.844 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak yang bersengketa, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Termohon PK terbukti melakukan pembelian TBS sawit dari kelompok tani. Terhadap pembelian TBS sawit dari kelompok tani tersebut tidak diklasifikasikan sebagai objek PPh Pasal 22.  Dengan demikian, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.