OPTIMALISASI kegiatan pada bidang penelitian dan pengembangan merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan produktivitas dan keberlangsungan usaha.
Selain itu, berkembangnya kegiatan penelitian dan pengembangan juga dapat mendorong industri untuk melakukan penemuan, inovasi, penguasaan teknologi baru, dan/atau alih teknologi bagi pengembangan industri.
Dengan begitu, perlu adanya insentif pajak untuk mendukung dan mendorong kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan. Saat ini, pemerintah Indonesia telah memberikan insentif supertax deduction atas kegiatan penelitian dan pengembangan.
Pemberian insentif supertax deduction atas kegiatan penelitian dan pengembangan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia (PMK 153/2020).
Sesuai dengan Pasal Pasal 1 ayat (1) PMK 153/2020, penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan menurut metodologi ilmiah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan pemahaman tentang fenomena alam dan/atau sosial, pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis, dan penarikan kesimpulan ilmiah.
Sementara itu, pengembangan merupakan kegiatan untuk peningkatan manfaat dan daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah terbukti kebenaran dan keamanannya untuk meningkatkan fungsi dan manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi. Definisi pengembangan tersebut tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) PMK 153/2020.
Berdasarkan pada Pasal 2 ayat (1) PMKÂ 153/2020, wajib pajak yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia dapat memanfaatkan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi sebesar 300%. Â
Pengurangan penghasilan bruto tersebut ditentukan dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.
Adapun pengurangan panghasilan bruto paling tinggi 300% tersebut meliputi 2 hal berikut:
Selanjutnya, terhadap tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar paling tinggi 200% tersebut dapat meliputi 4 hal. Pertama, insentif supertax deduction sebesar 50% diberikan jika penelitian dan pengembangan menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak perlindungan varietas tanaman (PVT) yang didaftarkan di kantor paten atau kantor PVT dalam negeri.
Kedua, pemberian insentif supertax deduction sebesar 25%. Besaran insentif tersebut diberikan dalam hal penelitian dan pengembangan menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT yang didaftarkan di kantor paten atau kantor PVT luar negeri, selain yang didaftarkan di kantor paten atau kantor PVT dalam negeri.
Sebagai tambahan informasi, hak PVT dapat didefinisikan sebagai hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak perlindungan varietas tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
Ketiga, insentif supertax deduction sebesar 100% diberikan apabila penelitian dan pengembangan mencapai tahap komersialisasi. Keempat, pemberian insentif supertax deduction sebesar 25%.
Insentif sebesar 25% diberikan jika penelitian dan pengembangan menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT sebagaimana dimaksud pada poin pertama, kedua, dan/atau mencapai komersialisasi pada poin ketiga melalui suatu kerja sama.
Adapun kerja sama yang dimaksud harus dilaksanakan dengan lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah dan/atau lembaga pendidikan tinggi di Indonesia.
Merujuk pada Pasal 3 ayat (1) PMK 153/2020, komersialisasi dapat dilakukan wajib pajak yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan atau wajib pajak lainnya. Apabila komersialisasi dilakukan wajib pajak lainnya, tambahan pengurangan penghasilan bruto diberikan kepada wajib pajak yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan.
Komersialisasi oleh wajib pajak lainnya dapat dilakukan jika wajib pajak yang melakukan penelitian dan pengembangan telah memenuhi 2 ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 ayat (3) PMK 153/2020.
Adapun 2 ketentuan yang dimaksud ialah wajib pajak telah mendapatkan kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT serta mendapatkan penghasilan dengan nilai yang seharusnya diterima atas pemanfaatan paten atau hak PVT dari wajib pajak lainnya yang melaksanakan komersialisasi. (vallen/kaw)