MENGACU pada ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai (UU 10/2020), bea meterai didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas suatu dokumen. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah dokumen apa saja yang dikenakan dan tidak dikenakan bea meterai tersebut?
Dokumen yang termasuk dalam ruang lingkup bea meterai adalah dokumen yang berkaitan dengan perbuatan hukum. Di antara dokumen-dokumen tersebut, umumnya merupakan dokumen yang digunakan untuk mentransfer kepemilikan. Secara lebih terperinci, dokumen-dokumen yang termasuk sebagai objek bea meterai diatur dalam Pasal 3 UU 10/2020.
Sesuai Pasal 3 UU 10/2020, jenis objek yang dapat dikenakan bea meterai meliputi dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata, yakni kejadian yang masuk dalam ruang lingkup hukum perdata mengenai orang, barang, perikatan, pembuktian, dan kedaluwarsa.
Secara lebih detail, dokumen tersebut meliputi pertama, surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, yakni surat yang sejenis dengan surat pernyataan, antara lain surat kuasa, surat hibah, dan surat wasiat. Setiap surat tersebut juga harus disertai dengan rangkapnya yang meliputi satuan dari jumlah dokumen tersebut.
Kedua, akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya. Ketiga, akta pejabat pembuat akta tanah beserta salinan dan kutipannya. Keempat, surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti saham, obligasi, cek, bilyet giro, aksep, wesel, sukuk, surat utang, warrant, option, deposito, dan sejenisnya, termasuk surat kolektif saham atau sekumpulan surat berharga lainnya.
Kelima, dokumen transaksi surat berharga termasuk juga dokumen transaksi kontrak berjangka dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Untuk dokumen transaksi surat berharga, seperti bukti atas transaksi pengalihan surat berharga yang dilakukan di dalam bursa efek atau bukti atas transaksi pengalihan surat berharga lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Selain itu, termasuk juga dokumen berupa akta notaris, kuitansi, atau dokumen lainnya, yang digunakan sebagai bukti atas transaksi pengalihan surat berharga yang dilakukan di luar bursa efek.
Adapun yang termasuk sebagai dokumen transaksi kontrak berjangka seperti bukti atas transaksi pengalihan kontrak komoditas berjangka, dan kontrak berjangka efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, baik yang dilakukan di dalam bursa efek maupun bursa berjangka.
Keenam, dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang. Ketujuh, dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan. Kedelapan, dokumen lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Selain dokumen-dokumen yang bersifat perdata di atas, berdasarkan pada Pasal 3 UU 10/2020, bea meterai juga dikenakan kepada dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Dokumen yang dimaksud seperti dokumen terutang bea meterai yang belum dibayar lunas, di antaranya termasuk pula dokumen yang bea meterainya belum dibayar lunas tetapi telah kedaluwarsa.
Lebih dari itu termasuk dokumen yang sebelumnya tidak dikenai bea meterai karena tidak termasuk dalam pengertian objek bea meterai berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3. Kedua jenis dokumen tersebut, harus terlebih dahulu dilakukan ‘pemeteraian kemudian’ terhadapnya pada saat akan dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan.
Artinya, berdasarkan ketentuan tersebut, suatu dokumen dapat berubah menjadi alat bukti di pengadilan. Hal ini karena dokumen tersebut beralih fungsi karena digunakan untuk tujuan yang berbeda dari tujuan semula saat dokumen tersebut dibuat.
Sementara itu, untuk dokumen yang merupakan objek bea meterai yang telah dibayar bea meterainya tidak perlu lagi dilakukan ‘pemeteraian kemudian’ saat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. (faiz)*