Ilustrasi. (DDTCNews)
SERINGKALI kita temukan transaksi yang dilakukan antara perusahaan yang masih dalam satu afiliasi atau grup perusahaan, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Atas transaksi tersebut acap dianggap sebagai transaksi yang tidak wajar, karena biasanya transaksi tersebut menggunakan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan non-afiliasi.
Walau demikian, tidak menutup kemungkinan transaksi antara perusahaan afiliasi yang memiliki hubungan istimewa tetap termasuk transaksi yang wajar.
Kendati demikian, transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak dalam hubungan istimewa tersebut mendapat perhatian yang sangat serius dari pihak otoritas pajak.
Pasalnya, transaksi hubungan istimewa yang tidak wajar cenderung akan berujung pada penghindaran pajak. Oleh karena itu, penting untuk diketahui lebih dulu apa itu hubungan istimewa.
Definisi hubungan istimewa diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, antara lain sebagai berikut.
PASAL 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Hubungan istimewa dianggap ada apabila:
PASAL 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1984 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN dan PPnBM). Hubungan istimewa dianggap ada apabila: