Ilustrasi. (DDTCNews)
GLOBALISASI dan keterbukaan ekonomi telah mengundang banyak perusahaan asing dan multinasional masuk dan beroperasi di Indonesia. Secara sederhana, perusahaan asing yang menjalankan usahanya di Indonesia inilah yang disebut dengan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Definisi tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh).
Sementara itu, definisi lain mengenai BUT juga dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (1) OECD Model 2010 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan BUT adalah sebagai berikut:
“a fixed place of business through which the business of an enterprise is wholly or partly carried on.”
Dari definisi itu, disimpulkan bahwa BUT adalah suatu tempat tetap usaha yang menjalankan kegiatan usaha dari suatu perusahaan secara sebagian atau secara keseluruhan. Dengan demikian, kondisi-kondisi yang harus dipenuhi agar dapat terbentuk suatu BUT adalah sebagai berikut:
Apabila dari salah satu kondisi di atas tidak terpenuhi maka BUT tidak akan terbentuk.
Jenis BUT
BERBAGAI bentuk BUT seperti yang diatur dalam OECD Model adalah pertama, bentuk dasar atau “Basic Rule” (Pasal 5 ayat 1, 2, dan 3); kedua, konstruksi atau “Construction” (Pasal 5 ayat 3) ; dan ketiga, keagenan atau “Agency” (Pasal 5 ayat 5).
Sementara itu, berdasarkan UN Model, bentuk-bentuk BUT adalah pertama, bentuk dasar atau “Basic Rule” (Pasal 5 ayat 1, 2, dan 3); kedua,konstruksi atau “Construction” (Pasal 5 ayat 3 huruf a); ketiga, pemberian jasa atau “Service” (Pasal 5 ayat 3 huruf b); keempat, keagenan atau “Agency” (Pasal 5 ayat 5); dan kelima, asuransi atau “ Insurance” (Pasal 5 ayat 6).
Dari bentuk-bentuk BUT di atas, dapat dilihat bahwa pengertian BUT lebih luas dijelasakan oleh UN Model dari pada OECD Model. Hal ini dikarenakan, UN Model dikembangkan untuk kepentingan negara-negara pengimpor modal. Dengan memperluas bentuk-bentuk BUT maka kesempatan mengenakan pajaknya akan lebih besar lagi.
Mengacu pada Pasal 2 ayat 5 UU PPh, BUT di Indonesia dapat berupa:
Objek BUT
PASAL 5 UU PPh membagi objek pajak BUT dalam 3 kategori, yaitu:
Pemajakan terhadap BUT menggunakan tarif sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (2) yaitu sebesar 25%. Pasalnya, kedudukan BUT dalam UU PPh di Indonesia dipersamakan dengan WP Badan, kecuali untuk BUT tertentu yang penghasilannya dihitung dengan menggunakan norma penghitungan khusus, sehingga tarifnya adalah tarif khusus yang ditetapkan Menteri Keuangan.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.