USAHA mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar utama perekonomian Indonesia. Hingga saat ini, berdasarkan pada data Kementerian Koperasi dan UKM, terdapat 64,19 juta UMKM. Kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 61,07%.
Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja. UMKM mampu menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada. Keberadaan UMKM juga dapat mengumpulkan sekitar 60,4% dari total investasi.
Sayangnya, Saragih dan Surikayanti (2015) dalam hasil penelitiannya memberikan kesimpulan pelaku UMKM masih kurang memahami akuntansi dan pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, perlu dirancang suatu desain baru untuk mempermudah para pengusaha.
Desain akuntansi yang mudah dipahami pelaku UMKM juga diperlukan untuk memenuhi kewajiban pajak. Pasalnya, pelaku UMKM tidak selamanya dapat mengandalkan pencatatan. Ada batas waktu tertentu untuk UMKM beralih ke rezim pemajakan umum yang perlu pembukuan.
Pembukuan juga menjadi salah satu unsur penting bagi pengusaha dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Laporan keuangan yang akurat akan memudahkan pengusaha untuk mengetahui pajak terutang mereka. Dengan demikian, kesalahan hitung atas pajak terutang dapat dihindari.
Dengan demikian, diperlukan suatu sistem yang lebih sederhana tetapi komprehensif. Suatu sistem yang mampu untuk mengakomodasi kebutuhan akuntansi dan perpajakan para pelaku UMKM.
Sejalan dengan kebutuhan itu, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil Menengah (SAK EMKM) sebagai upaya untuk membantu pengusaha kecil, mikro, dan menengah. SAK EMKM disahkan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI pada 24 Oktober 2016.
Lantas, apa yang dimaksud dengan SAK EMKM?
SAK EMKM adalah suatu standar yang disusun oleh IAI untuk memenuhi persyaratan akuntansi dalam pelaporan keuangan entitas mikro, kecil, dan menengah (EMKM) (IAI, 2021). Standar ini diperuntukan bagi pengusaha yang tidak atau belum mampu memenuhi persyaratan akuntansi dalam SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP).
IAI dalam SAK EMKM (2018) mengartikan EMKM sebagai entitas tanpa akuntabilitas publik yang signifikan. Entitas ini memenuhi definisi serta kriteria UMKM sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, setidak-tidaknya selama 2 tahun berturut-turut.
Perincian lebih lanjut mengenai pihak-pihak yang bisa menggunakan SAK EMKM dapat dilihat di dalam Undang-Undang (UU) No 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Pasalnya, peraturan tersebut menjelaskan pendefinisan dan pengelompokan rentang kuantitatif EMKM secara komprehensif.
Pengaplikasian SAK EMKM selama 2 tahun berturut-turut dalam laporan keuangan entitas disusun dengan menggunakan basis dasar akrual dan kelangsungan usaha. Basis ini menggunakan konsep entitas bisnis dan diterapkan pada entitas selain EMKM.
Mengingat target pengusahanya adalah pemilik entitas menengah-kecil, SAK EMKM dirancang menjadi suatu standar yang lebih ringkas dan mudah dipahami. Laporan berbasis standar ini hanya meliputi laporan laba rugi, laporan posisi keuangan, dan catatan atas laporan keuangan.
SAK EMKM tidak dengan spesifik mengatur format atau urutan akun-akun yang disajikan. Paling tidak dengan SAK ini, para pengusaha dapat memuat aset, likuiditas, dan liabilitas berdasarkan pada waktu jatuh tempo dalam laporan posisi keuangannya.
Selanjutnya, laporan laba rugi dapat memuat seluruh laba dan rugi yang telah diakui dalam satu periode. Seperti laporan akuntansi pada umumnya, data yang disajikan merupakan data untuk satu periode.
Salah satu tujuan SAK EMKM adalah meningkatkan literasi keuangan para pengusaha mikro, kecil, dan menengah. Diharapkan terjadi pergeseran sistem laporan keuangan para entitas, dari semula masih berbasis kas, dapat perlahan berganti menjadi basis akrual.
SAK EMKM juga dirancang sedemikian rupa untuk memperingkas pelaporan keuangan pengusaha. Dengan keberadaan SAK EMKM diharapkan pengusaha mikro, kecil, dan menengah mampu menyusun serta meningkatkan kredibilitas laporan keuangan usahanya.
Lebih lanjut, laporan keuangan yang akuntabel dan komprehensif akan lebih cepat menarik kepercayaan pemodal. Dengan begitu, mereka akan lebih terbantu dari sisi pendanaan dan mampu meningkatkan kapasitas usahanya. Tidak lupa, laporan keuangan juga menjadi salah satu lampiran esensial dalam pelaporan pajak. (sandri/nor-kaw)