KAMUS PABEAN

Apa Itu Tarif Ad Valorem?

Nora Galuh Candra Asmarani
Jumat, 16 Oktober 2020 | 18.10 WIB
Apa Itu Tarif Ad Valorem?

TARIF ad valorem merupakan terminologi yang kerap di temui dalam literatur kepabeanan dan cukai. Tarif ad valorem ini menjadi salah satu tarif yang digunakan dalam bea masuk dan cukai, selain tarif spesifik dan tarif campuran. Lantas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan tarif ad valorem?

Definisi
MERUJUK pada OECD Glossary of Statistical Terms, tarif ad valorem adalah pungutan yang dikenakan atas impor dalam persentase nilai yang tetap. Berdasarkan WTO Glossary Term, tarif ad valorem adalah tarif yang dikenakan dalam bentuk persentase tertentu dari harga.

Melansir dari laman World Integrated Trade Solution (WITS) World Bank, tarif ad valorem merupakan tarif yang paling umum digunakan dan didefinisikan sebagai tarif bea masuk yang dihitung berdasarkan persentase tertentu dari nilai produk

Selain itu, merujuk pada IBFD International Tax Glossary, ad valorem tax dalam bahasa latin berarti berdasarkan nilai. Konsep ad valorem ini diterapkan secara luas pada pajak pertambahan nilai (PPN), bea masuk, dan cukai.

Sementara itu, berdasarkan OECD Glossary of Tax Terms ad valorem tax adalah pajak atas barang atau properti yang dinyatakan sebagai persentase dari harga jual atau nilai taksiran. Hal ini berarti ad valorem tax juga kerap diterapkan pada pajak properti yang dikenakan atas real estate.

Merujuk pada Cornell Law School ad valorem tax biasanya diterapkan pada pajak real estate. Karakteristik penting dari ad valorem tax adalah pajak ini proporsional dengan nilai aset yang mendasarinya, tidak seperti specific tax yang jumlahnya tetap terlepas dari nilai aset yang mendasarinya.

Pada intinya tarif ad valorem adalah tarif yang ditetapkan atau pungutan yang dikenakan berdasarkan pada persentase tertentu dari harga barang. Merujuk pada Pasal 12 UU Kepabeanan tarif ad valorem untuk bea masuk paling tinggi ditetapkan sebesar 40% dari nilai pabean.

Sementara itu, tarif ad valorem untuk cukai salah satunya berlaku terhadap Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) atau tembakau alternatif yang dikenakan 57% dari harga jual eceran seperti diatur Pasal 6 PMK No.146/PMK.010/2017 s.t.d.t.d PMK Indonesia No.156/PMK.010/2018. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.