SEBELUM abad ke-20 dan pada awal abad ke-20, upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara sangat terbatas. Keterbatasan itu terutama akibat pencatatan dan pengumpulan informasi masih belum cakap seperti saat ini (Heferen, 2012).
Oleh karena itu, pemerintah kala itu kerap menghimpun penerimaan dengan mengenakan pajak atas barang berwujud, terutama yang cenderung dimiliki orang-orang kaya. Pengenaan pajak atas barang berwujud milik orang kaya itu juga dilakukan untuk mengatasi masalah distribusi penghasilan (Heferen 2012).
Barang berwujud yang menjadi sasaran tersebut termasuk tempat tinggal. Uniknya, pada masa itu, ada pajak yang pengenaannya dihitung berdasarkan jumlah jendela, jumlah batu bata, jumlah perapian atau cerobong asap, hingga wallpaper dinding.
Pengenaan pajak itu secara tidak langsung berpengaruh terhadap bentuk arsitektur bangunan. Perubahan ini akibat upaya masyarakat untuk menghindari beban pajak yang lebih tinggi. Misal, dalam konteks pajak jendela, masyarakat berusaha menutup permanen jendelanya atau membangun rumah dengan sedikit jendela.
Selain itu, ada pula suatu pengenaan pajak yang berpengaruh pada bentuk rumah di Amsterdam. Salah satu ciri khas arsitektur rumah di Amsterdam-Belanda khususnya yang berada sepanjang kanal ialah bangunannya berukuran sangat sempit (Conway, 2019).
Nyatanya, deretan rumah yang unik dan menawan di sepanjang kanal tersebut bukan karena dibangun dengan alasan estetika. Namun, rumah-rumah berukuran sempit dan meninggi itu merupakan respons dari penerapan pajak yang disebut frontage tax. Lantas, apa itu frontage tax?
Pada awal abad ke-17, Amsterdam berada pada zaman keemasan. Kota ini mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan peningkatan aktivitas perdagangan. Begitu pula dengan populasi Amsterdam yang meningkat signifikasn.
Namun, peningkatan aktivitas perdagangan dan populasi tersebut membuat ruang untuk membangun tempat tinggal makin terbatas. Keterbatasan ruang itu terutama pada sekitar kanal karena perdagangan dilakukan dengan perahu.
Merespons keterbatasan ruang itu, khususnya di sepanjang kanal, Pemkot Amsterdam memberlakukan pajak atas rumah berdasarkan lebar muka depannya (frontage) (Conway, 2019). Nah, pengenaan pajak berdasarkan lebar bagian depan rumah inilah yang dikenal sebagai frontage tax.
Untuk mengurangi kewajiban pajak baru tersebut, rumah-rumah di sepanjang kanal dibangun sangat sempit dan meninggi. Bentuk tersebut juga memungkinkan pemilik rumah tetap memiliki lebih banyak ruang hidup meski lebar bagian depan rumahnya sempit.
Dutch staircase (tangga belanda) menjadi perubahan arsitektur lain untuk mengakomodasi rumah-rumah dengan bagian depan yang sangat sempit. Tangga ini dirancang dengan bentuk yang curam dan berputar sehingga sesuai dengan ruang yang sempit.
Namun, bentuk tangga tersebut membuat pemilik rumah sulit untuk memasukkan dan mengeluarkan barang. Untuk itu, rumah-rumah ini juga memiliki jendela berukuran besar dan dilengkapi dengan kait besar yang terpasang permanen di atap gedung sebagai katrol.
Jendela berukuran besar dan sistem katrol tersebut ditujukan untuk memasukkan dan mengeluarkan barang. Adapun barang akan dikerek ke lantai atas dan setelah barang terangkat ke tingkat lantai yang dituju barulah dimasukkan melalui jendela.
Menariknya, penerapan frontage tax juga membuat rumah dengan bagian depan yang lebar menjadi simbol baru atas kekayaan dan kekuasaan. Misal, pedagang kaya terkadang membeli 2 bidang tanah yang berdekatan untuk membangun rumah di sepanjang kanal.
Hal tersebut terlihat pada Golden Bend (Gouden Bocht) di Herengracht—salah satu kanal utama di Amsterdam—yang dikenal sebagai bagian kota terkaya. Pada wilayah tersebut, rumah-rumah berukuran lebar dibangun pada beberapa bidang tanah yang berdekatan (Conway, 2019). (rig)