UNDANG-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) membawa beragam perubahan dalam ketentuan pajak daerah. Salah satu perubahan tersebut terkait dengan ketentuan pajak air tanah.
Air tanah merupakan sumber persediaan air yang sangat penting. Air tanah diperlukan untuk memenuhi berbagai keperluan mulai dari rumah tangga, irigasi pertanian utamanya untuk lahan yang jauh dari sungai, hingga kebutuhan industri.
Pentingnya peran air tanah membuat pemanfaatanya perlu dilakukan dengan arif serta tidak merusak lingkungan. Pengambilan air tanah berlebihan dapat berdampak negatif seperti mengakibatkan turunnya muka air tanah yang bisa menjadi penyebab terjadinya penurunan tanah dan intrusi air laut.
Untuk itu, pengambilan air tanah perlu diatur salah satunya dengan skema perizinan pengambilan air tanah. Selain itu, pemerintah daerah juga mengenakan pajak air tanah. Lantas, apa itu pajak air tanah?
PAJAK air tanah (PAT) adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Sesuai dengan penyebutannya, air tanah merupakan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah (Pasal 1 angka 55 dan 56 UU HKPD).
PAT merupakan pajak daerah yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota. Namun, PAT tidak mutlak ada pada seluruh daerah. Hal ini lantaran pengenaan pajak daerah tergantung pada keputusan pemerintah daerah untuk mengenakan atau tidak suatu jenis pajak.
PAT menyasar pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Pemanfaatan/pengambilan tersebut dapat dilakukan orang pribadi atau badan untuk berbagai macam keperluan. Namun, ada juga pemanfaatan air yang dikecualikan dari pengenaan PAT.
Contoh, untuk keperluan dasar rumah tangga, pertanian rakyat, perikanan rakyat, peternakan rakyat, dan keperluan keagamaan. Adapun pengecualian pengambilan air tanah untuk peternakan merupakan hal baru yang diatur dalam UU HKPD.
Pemerintah daerah juga dapat mengatur pengecualian lainnya, seperti pengecualian diberikan atas pengambilan atau pemanfaatan air tanah untuk pemadam kebakaran, penelitian, dan sebagainya. Pengecualian tersebut harus diatur dengan peraturan daerah.
Dasar pengenaan PAT adalah nilai perolehan air tanah (NPAT). NPAT merupakan hasil perkalian antara harga air baku dengan bobot air tanah. Adapun harga air baku ditetapkan berdasarkan biaya pemeliharaan dan pengendalian sumber daya air tanah.
Sementara itu, bobot air tanah dinyatakan dalam koefisien yang didasarkan atas 7 faktor. Pertama, jenis sumber air. Kedua, lokasi sumber air. Ketiga, tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air. Keempat, volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan. Kelima, kualitas air.
Keenam, tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air. Ketentuan lebih lanjut mengenai NPAT diatur dengan peraturan gubernur dengan berpedoman pada peraturan yang ditetapkan oleh menteri bidang energi dan sumber daya mineral.
Berdasarkan UU HKPD, pemerintah daerah dapat menetapkan tarif PAT paling tinggi sebesar 20%. Batas maksimal tarif PAT tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan UU PDRD yang menetapkan tarif PAT maksimal sebesar 10%.
Sebagai informasi, PAT dipungut di wilayah daerah tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. PAT tersebut terutang sejak pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
PAT dulu bernama pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan (PPPABTAP) yang tertuang dalam UU 34/2000. Sejak diundangkannya UU PDRD, PPPABTAP dipecah menjadi dua jenis pajak, yaitu PAT dan pajak air permukaan (PAP). (rig)