PERATURAN Menteri Keuangan (PMK) 168/2023 merombak beragam ketentuan penghitungan PPh Pasal 21. Selain atas pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan bukan pegawai, penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima mantan pegawai juga turut berubah.
Lantas, apa itu mantan pegawai? Mantan pegawai adalah orang pribadi yang sebelumnya merupakan pegawai di tempat pemberi kerja, tetapi sudah tidak lagi bekerja di tempat tersebut (Pasal 1 angka 15 PMK 168/2023).
Penghasilan yang dibayarkan perusahaan untuk mantan pegawai sehubungan dengan pekerjaannya sebelumnya merupakan objek PPh Pasal 21. Penghasilan itu di antaranya dapat berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi (UU PPh), bonus, dan imbalan lain yang bersifat tidak teratur.
Istilah jasa produksi kerap digunakan BUMN. Kendati pengertian jasa produksi bervariasi, istilah jasa produksi pada hakikatnya serupa dengan bonus. Misal, Peraturan Direksi PT Taspen (Persero) PD-08/DIR/2015 menyebut jasa produksi atau bonus adalah:
“Sejumlah uang diluar gaji yang dibayarkan kepada karyawan, tenaga trainee, staf dewan komisaris dan tenaga kontrak yang merupakan kontrak prestasi/penghargaan atas kinerjanya dan besarnya ditetapkan dalam RKAP tahun berkenaan.”
Istilah jasa produksi juga sempat tercantum dalam UU 5/1962. Berdasarkan penjelasan Pasal 25 UU 5/1962, jasa produksi merupakan penghargaan kepada pegawai/pekerja karena hasil pekerjaannya yang sangat dihargai oleh konsumen hingga karenanya masih diperoleh laba.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 12B UU 20/2001, gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yaitu meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Bonus juga bukan merupakan bagian dari upah berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-07/MEN/1990. Berdasarkan surat edaran tersebut, bonus adalah:
“Pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar dari target produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas; besarnya pembagian bonus diatur berdasarkan kesepakatan.”
Berdasarkan PMK 168/2023, besaran PPh Pasal 21 terutang untuk mantan pegawai dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan yang diterima atau diperoleh mantan pegawai dalam 1 masa pajak.
Formula penghitungan tersebut agak berbeda apabila disandingkan dengan ketentuan terdahulu dalam PMK 252/2008. Sebelumnya, penghasilan yang menjadi dasar pengenaan PPh 21 bagi mantan pegawai adalah penghasilan bruto yang sifatnya kumulatif (PMK 252/2008).
Kumulatif berarti apabila dalam satu tahun kalender yang bersangkutan mantan pegawai tersebut menerima penghasilan lebih dari satu kali maka penghitungan PPh 21 bagi penghasilan yang diterima untuk kedua kalinya dan seterusnya ditambah (diakumulasikan) dengan penghasilan yang diterima sebelumnya. (rig)