DALAM konteks penagihan pajak, sering kali terdengar istilah biaya penagihan pajak. Istilah itu juga banyak disebut dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP).
Munculnya istilah biaya penagihan pajak dalam UU PPSP tidak dapat dilepaskan adanya definisi Surat Paksa dalam UU KUP. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 UU KUP, Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Pada dasarnya, biaya penagihan pajak muncul karena serangkaian tindakan penagihan pajak yang dilakukan otoritas pajak. Munculnya biaya penagihan pajak biasanya juga disandingkan dengan utang pajak. Simak ‘Apa Itu Pajak yang Terutang dan Utang Pajak?’.
Merujuk pada definisi dalam UU PPSP, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
Lantas, apa yang dimaksud dengan biaya penagihan pajak?
Definisi secara eksplisit dari biaya penagihan pajak tidak diatur dalam UU KUP. Definisi itu justru terdapat dalam UU PPSP.
Mengutip definisi dalam Pasal 1 UU PPSP, biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, pengumuman lelang, pembatalan lelang, jasa penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
Definisi dari biaya penagihan pajak tersebut juga dimuat dalam PP 135/2000 dan PMK 61/2023. Pada prinsipnya, biaya penagihan merupakan tanggung jawab dari penanggung pajak. Biaya penagihan pajak akan ditagih bersamaan dengan utang pajak.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16 PP 135/2000, besarnya biaya penagihan pajak adalah Rp50.000 untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa dan Rp100.000 untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Kemudian, besarnya tambahan biaya penagihan pajak yang dibayar oleh penanggung pajak dalam hal barang yang telah disita dijual adalah 1% dari pokok lelang (penjualan secara lelang) atau 1% dari hasil penjulan (tidak secara lelang).
Adapun sesuai dengan Pasal 16 ayat (3) PP 135/2000, biaya penagihan pajak serta tambahan biaya penagihan pajak merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Tata cara pengelolaan dan penggunaan biaya penagihan pajak dan tambahan biaya penagihan pajak diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pada Pasal 28 ayat 1 UU PPSP, hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak. Biaya penagihan pajak yang dimaksud termasuk biaya lelang, biaya jasa penilai, dan biaya penitipan barang.
Istilah biaya penagihan pajak juga muncul dalam proses permintaan bantuan penagihan pajak oleh negara mitra atau yurisdiksi mitra. Simak pula artikel ‘Apa Itu Klaim Pajak dan Penanggung Pajak atas Klaim Pajak?’.
Berdasarkan pada Pasal 117 PMK 61/2023, jika nilai klaim pajak dapat tertagih, biaya penagihan pajak ditanggung oleh negara mitra atau yurisdiksi mitra yang meminta bantuan penagihan pajak. Jika nilai klaim pajak tidak dapat tertagih, biaya penagihan pajak ditanggung oleh negara Indonesia. (Maria Magdalena/kaw)