SISTEM PAJAK

‘Cinta dan Benci’ Masyarakat dengan Pemerintah Tercermin Lewat Pajak

Denny Vissaro
Kamis, 04 Februari 2021 | 11.36 WIB
‘Cinta dan Benci’ Masyarakat dengan Pemerintah Tercermin Lewat Pajak

BELAJAR sejarah perpajakan suatu negara dapat dikatakan sama dengan mempelajari hubungan ‘cinta dan benci’ antara pemerintah dan masyarakat. Setidaknya seperti itulah yang dapat kita pahami di Kanada jika membaca buku berjudul Give and Take: The Citizen Taxpayer and the Rise of Canadian Democracy.

Shirley Tillotson, seorang profesor sejarah di University of King’s College yang juga menjadi penulis buku tersebut mengatakan pajak berperan merefleksikan perjalanan perkembangan tatanan demokrasi suatu negara.

Bangunan infrastruktur, fasilitas pemerintah, perlindungan keamanan, dan bentuk pembangunan lainnya hanya sebagian dari peran yang diemban pajak. Lebih dari itu, pajak berperan mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan yang termanifestasi menjadi budaya dan perspektif masyarakat. Sebab, pajak pada dasarnya merupakan cara suatu komunitas bergotong royong mencari solusi atas suatu permasalahan yang bersifat kolektif.

Dalam buku ini, Tillotson mengajak pembaca melihat pada masa lalu, tidak sedikit orang yang mengorbankan hartanya melalui pajak agar Kanada dapat merdeka. Padahal, para pembayar pajak tersebut tidak langsung menikmati hasil dari kontribusinya tersebut.

Seiring berkembangnya suatu negara, makin kompleks pula sistem pajak suatu negara. Dengan pembawaan narasi yang sederhana dan bersifat historis, Tillotson menjelaskan perkembangan desain kebijakan pajak dan administrasi diperlukan untuk mengikuti konteks ekonomi dan sosial.

Misalnya, pada masa perang dunia I, perumusan pajak penghasilan mendapat banyak pertentangan dari berbagai kalangan karena sangat memberatkan, terutama bagi penduduk imigran yang masuk ke Kanada.

Meski demikian, untuk memenuhi biaya perang, Menteri Keuangan Kanada pada saat itu tetap memberlakukan pajak penghasilan. Pajak penghasilan individu pada saat itu cenderung menyasar pada kelompok orang-orang kaya saja. Sementara itu, masyarakat pada umumnya dikecualikan karena berada di bawah batasan pengenaan pajak.

Dengan makin majunya ekonomi dan kesejahteraan suatu negara, makin banyak pula masyarakat yang menjadi wajib pajak dan harus membayar sesuai dengan ketentuan. Di saat yang sama, makin bertambah pula jenis penghasilan seseorang. Dinamika tersebut mengakibatkan aturan pajak penghasilan harus makin dikembangkan. Dengan demikian, mau tidak mau, menjadi kompleks dan sulit dipahami.

Perbedaan karakteristik wajib pajak juga memainkan perananannya sendiri. Dalam setiap perkembangan sistem pajak, ada saja wajib pajak yang berusaha mencari celah untuk menghindar dan menjadi free rider pembangunan suatu bangsa.

Pada akhirnya, pembaca akan makin menyadari pendalaman sejarah perpajakan menjadi hal yang mengasyikan. Sebab, di sana kita melihat pergeseran dan transformasi peradaban suatu bangsa terjadi ketika bersentuhan dengan kepentingan kolektif masyarakat dan kemajuan teknologi.

Sebagaimana diutarakan dalam buku terbitan tahun 2017 tersebut, pajak menjadi ujian seberapa kuat kesetiaan masyarakat dalam berkontribusi membangun negara. Di sisi lain, pajak juga menjadi tantangan bagi pemerintah dalam merumuskan cara sistem pajak dibangun sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan, keadilan, dan memerhatikan kesejahteraan masyarakat luas.

Pada intinya, pajak menjadi medium pemerintah menyediakan sarana bagi masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Oleh karena itu, menjadi tugas besar bagi setiap pemerintahan agar integritas dan kredibilitas sistem pajak mendapat kepercayaan dari masyarakat.

Jadi tertarik untuk belajar perpajakan dari sudut pandang historis? Anda bisa membaca buku tersebut di DDTC Library. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.