“GOVERNMENT throughout the world use tax expenditure, in the form of revenue forgone, as a policy instrument to promote economic growth and social development”. Demikian, kutipan Dirjen Pajak China Ming Zhu mengenai peran krusial belanja perpajakan.
Apa yang dikatakan Ming Zhu bukanlah tanpa alasan. Dewasa ini—khususnya pada masa pandemi Covid 19—tidak sedikit negara menggunakan belanja pajak sebagai salah satu alat kebijakan fiskal utama.
Kebijakan belanja pajak umumnya ditujukan untuk mendukung bisnis, iklim investasi, serta kesejahteraan masyarakat. Meski begitu, evaluasi keberhasilan belanja pajak kerap dianggap ‘benang kusut’ yang tak mudah terurai, terutama di negara berkembang.
Hal ini ditengarai karena belum memadainya sistem pelaporan belanja pajak serta absennya analisis dampak dari belanja pajak terhadap target sosial ekonomi yang dikehendaki sehingga menyulitkan dalam melakukan evaluasi.
Buku berjudul Tax Expenditures--Shedding Light on Government Spending through the Tax System: Lessons from Developed and Transition Economies”, mencoba mengurai gambaran inovasi dan praktik belanja pajak di berbagai negara maju.
Pada bagian awal, pemahaman pembaca dibawa pada konsep dan prinsip umum dari belanja pajak. Kendati bervariasi di setiap negara, belanja pajak umumnya merupakan sebuah konsesi yang berada di luar norma atau aturan pajak.
Berdasarkan pengalaman empiris, instrumen belanja pajak terdiri dari beberapa jenis yakni pengecualian pajak, pengurangan penghasilan kena pajak, kredit pajak, penangguhan pajak, dan tarif pajak preferensial.
Pembahasan selanjutnya mengalir dalam beberapa bagian yang menggambarkan praktik negara-negara maju dalam implementasi belanja pajak. Praktik masing-masing negara dilengkapi dengan analisis konsep belanja pajak yang digunakan, metodologi perhitungan, serta kerangka kerja evaluasi dari kebijakan tersebut.
Buku ini kemudian menguraikan tiga unsur krusial yang menentukan keberhasilan dari suatu kebijakan belanja pajak, Pertama, sebagian besar negara maju telah menetapkan sistem pelaporan belanja pajak.
Tujuan dari pelaporan tersebut adalah untuk mengawasi tren belanja pajak serta menganalisis implikasinya terhadap ekonomi. Laporan ini menjadi bagian terintegrasi dari dokumen APBN untuk memperkuat keuangan pemerintah dan transparansi fiskal.
Kedua, penetapan estimasi belanja pajak. Pengalaman empiris dari berbagai negara maju menggunakan metode penerimaan yang hilang (revenue forgone) untuk memproyeksi belanja pajak.
Kendati demikian, tidak seluruh belanja pajak dapat diestimasi secara menyeluruh mengingat beberapa instrumennya memiliki ukuran yang kecil dan target yang spesifik. Untuk itu, berbagai metode lain seperti present value, akuntansi akrual, serta akuntansi berbasis kas juga digunakan pada jenis belanja pajak tertentu.
Ketiga, analisis dampak belanja pajak terhadap perekonomian secara luas. Analisis biaya manfaat secara komprehensif diperlukan dalam menentukan pilihan kebijakan belanja pajak agar sesuai dengan dampak ekonomi yang diharapkan.
Selain menyingkap praktik baik dari negara maju, buku ini juga menggambarkan pengalaman dari dua negara transisi yaitu China dan Polandia. Dari pengalaman negara tersebut, analisis secara sistematis perlu dilakukan pemerintah dalam mengambil keputusan belanja pajak demi terciptanya transparansi fiskal.
Terakhir, buku terbitan World Bank ini juga menawarkan empat opsi kebijakan kedepan bagi belanja pajak yang konsisten dengan kebutuhan dan praktik umum dari negara berkembang. Tertarik untuk mengetahui empat opsi kebijakan tersebut? Silakan Anda baca langsung di DDTC Library.*