LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2019

Menyinergikan Zakat dan Pajak

Redaksi DDTCNews
Selasa, 14 Januari 2020 | 15.20 WIB
ddtc-loaderMenyinergikan Zakat dan Pajak
Melissa Putri Adi Permana
Sidoarjo,
Jawa Timur

LEBIH dari 52% masyarakat masih tidak mengetahui bahwa zakat penghasilan yang sudah dibayarkan dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto, sehingga tidak ada beban ganda pada masyarakat. (Muktiyanto, Hendrian, 2008).

Pajak dan zakat adalah hal yang tak terpisahkan dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban baik dalam menjalani kehidupan bernegara maupun beragama. Pajak maupun zakat memiliki persamaan dalam tujuan pelaksanaannya yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Menurut PP No. 60 Tahun 2010, zakat dapat mengurangi penghasilan kena pajak. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, zakat yang bersifat wajib dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat dibayar melalui badan/lembaga penerima zakat yang dibentuk dan disahkan pemerintah.

Dalam huruf b Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2018 mengatur lembaga penerima zakat yang dibentuk dan disahkan pemerintah untuk agama Islam, huruf c mengatur untuk agama Buddha, huruf d mengatur untuk agama Katolik, dan huruf e mengatur untuk agama Kristen.

Fakta yang ada, sangat sedikit masyarakat yang mencantumkan perhitungan zakat sebagai pengurang pajak penghasilan meskipun pemerintah sudah memfasilitasi. Secara umum, sistem pengelolaan zakat dan pajak ini belum mencerminkan akuntabilitas dan kreditabilitas.

Hal itu dapat dilihat dari, pertama, sisi pemerintah, kurangnya sosialisasi mengenai zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak adalah salah satu hambatan. Masyarakat kebingungan atas aturan yang wajib dipenuhi agar zakat dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak.

Kurangnya sosialisasi ini berdampak pada tidak adanya minat membayar zakat melalui badan/lembaga penerima zakat yang dibentuk dan disahkan pemerintah, meski sebenarnya hal itu menguntungkan bagi pembayar zakat.

Kedua, terbatasnya lembaga yang dibentuk dan disahkan pemerintah adalah alasan kebingungan masyarakat. Ketika masyarakat membayar zakat di lembaga yang bukan disahkan pemerintah, zakat tersebut tidak dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak.

Selain itu, kepercayaan masyarakat pada lembaga zakat yang telah disahkan oleh pemerintah itu juga relatif rendah. Hal tersebut terjadi karena apabila masyarakat membayar zakat, masyarakat ingin zakat yang mereka bayarkan digunakan dengan benar.

Ketiga, psikologi juga merupakan suatu hambatan dalam mekanisme tersebut. Wajib pajak enggan mencantumkan zakatnya karena khawatir akan memengaruhi kadar keikhlasannya. Bukan hanya mencantumkan nomor pokok wajib pajak atau formulir setoran zakat, mencantumkan nama asli pun dikhawatirkan menimbulkan riya’.

Keempat, sistem zakat tidak semodern penerimaan pajak. Di Indonesia, uang yang dibayarkan sebagai zakat tidak seperti uang pajak. Pajak yang dibayarkan akan tercatat dalam Modul Penerimaan Negara (MPN) dan mendapatkan Nomor Tanda Penerimaan Negara (NTPN), zakat tidak.

Indonesia harus banyak belajar dalam pengelolaan sinergi zakat dan pajak. Arab Saudi merupakan negara yang menerapkan zakat sebagai pengurang pajak selain Indonesia. Keunggulan di Arab Saudi, pengelolaan zakat sudah sangat modern, pengumpulannya juga telah menggunakan sistem online.

Badan zakat dan pajak di Arab Saudi telah memiliki pusat data dan informasi yang lengkap didukung perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Badan zakat dan pajak Arab Saudi memiliki tugas pokok melakukan pengumpulan zakat dan pajak dari pihak yang diwajibkan membayar.

Badan zakat dan pajak itu berwenang menilai dan mengecek harta kekayaan perusahaan dan zakat yang wajib ditunaikan atau nilai pajak yang wajib dibayarkan. Namun, badan tersebut tidak memiliki kewenangan menagih zakat dari wajib pajak perorangan dan menyalurkan zakat.

Empat Alternatif
ADA beberapa alternatif kebijakan yang dapat diambil pemerintah untuk menyinergikan pembayaran pajak dan zakat. Pertama, tidak hanya berfokus pada pengumpulan zakat saja, seharusnya pemerintah memberikan sosialisasi mengenai zakat yang dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak.

Sosialisasi yang dilakukan harus jelas, karena sebagian besar masyarakat hanya paham sebatas kantor pelayanan pajak sebagai lembaga yang berhubungan langsung dengan implementasi ketentuan zakat sebagai pengurang pajak. Sosialisasi akan lebih efektif apabila juga menggunakan media sosial.

Kedua, memosisikan zakat sebagai pengurang pajak langsung alias sebagai kredit pajak, tidak hanya diposisikan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Wajib pajak akan kian bersemangat membayar zakat. Hal ini dapat berdampak pada kenaikan tax ratio, karena penerimaan pajak akan meningkat.

Ketiga, dalam pemenuhan asas keadilan dalam pemungutan pajak, seharusnya tidak hanya zakat yang dibayar ke badan/lembaga yang dibentuk dan disahkan pemerintah yang dapat dijadikan pengurang penghasilan kena pajak.

Masyarakat akan lebih leluasa membayar zakat di lembaga yang mereka percayai. Karena tujuan zakat dan pajak sama, maka makin banyak orang membayar zakat berarti kemakmuran dan kesejahteraan rakyat makin meningkat, tidak hanya dari segi ekonomi, tetapi juga dari segi moral dan etika.

Keempat, apabila zakat yang menjadi pengurang penghasilan kena pajak ini harus dibayarkan melalui badan/lembaga zakat yang telah ditentukan pemerintah, seharusnya ada transparansi dari uang zakat yang sudah masuk ke dalam kas badan/lembaga zakat tersebut.

Hal itu akan sangat membangun kepercayaan masyarakat apabila mereka bisa memantau uang zakat yang sudah mereka bayar benar-benar digunakan atau disalurkan dengan benar atau tidak. Sistem pembuktian pembayaran zakat harus disederhanakan.

Seperti pembayaran pajak, setelah melakukan pembayaran zakat, zakat yang dibayar harusnya tercatat dalam modul penerimaan zakat dan mendapatkan nomor tanda penerimaan zakat. Jadi, benar-benar adanya transparansi dalam penyaluran zakat.

Harus ada gebrakan agar zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak tidak hanya sebatas teori. Zakat bukan sebatas membantu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga wujud pembangunan moral yang baik dalam hidup berbangsa, bernegara, dan beragama.

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
baru saja
Tulisannya mirip dengan opini di detik. com tertanggal 13 Juni 2018 : https://news.detik.com/kolom/d-4067169/sinergi-zakat-dan-pajak
user-comment-photo-profile
Felicia Ang
baru saja
sangat bermanfaat bagi mahasiswa karena bisa mengetahui lebih dalam lagi soal zakat. good job 👏
user-comment-photo-profile
Lisa Arsianty
baru saja
bagus
user-comment-photo-profile
Foe pik hwa
baru saja
artikel ini sangat bermanfaat, karena saya pikir zakat itu hanya mewakili satu golongan agama saja, tapi ternyata tidak. semoga dengan adanya artikel ini banyak orang awam seperti saya bisa mengetahui, mengerti dan memanfaatkan layanan ini kedepannya.
user-comment-photo-profile
Mario Panggantara
baru saja
bermanfaat
user-comment-photo-profile
Cristin Andrianto
baru saja
Alangkah baiknya jika kata zakat diikuti dg kata sinonim misalnya, "ZAKAT /AMAL", supaya lebih bersifat universal.
user-comment-photo-profile
BeautyXX
baru saja
sudah seharusnya masyarakat sekarang bisa memanfaatkan zakat sebagai pengurang pajak, apalagi di negara Indonesia mayoritasnya beragama muslim
user-comment-photo-profile
Natz Henz
baru saja
bagus
user-comment-photo-profile
Natz Henz
baru saja
bagus
user-comment-photo-profile
Natz Henz
baru saja
bagus
user-comment-photo-profile
Natz Henz
baru saja
bagus
user-comment-photo-profile
belinda putri
baru saja
bagus sekali. setelah membaca artikel ini saya dapat memahami apa itu zakat lebih dalam lagi