LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Menyusun Strategi Jangka Pendek hingga Panjang Peningkatan Tax Ratio

Redaksi DDTCNews
Jumat, 04 Oktober 2024 | 17.15 WIB
ddtc-loaderMenyusun Strategi Jangka Pendek hingga Panjang Peningkatan Tax Ratio

Andi Syafriadi,

Kota Tangerang Selatan - Banten

INDONESIA bersiap memasuki era baru kebijakan ekonomi, termasuk pajak, di bawah kepemimpinan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran. Terlebih, keduanya menargetkan rasio pendapatan negara sebesar 23% terhadap produk domestik bruto (PDB). Target ini cukup ambisius mengingat realisasi pada 2023 hanya 13,3%.

Pajak menjadi aspek yang krusial mengingat kontribusinya terhadap pendapatan negara sangat dominan. Sayangnya, dalam Revenue Statistics in Asia and the Pacific (OECD, 2024), tax ratio Indonesia pada 2022 sebesar 12,1% atau lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tax ratio Asia Pasifik (19,3%), bahkan anggota OECD (34,0%). Upaya peningkatan tax ratio perlu dilakukan.

Peningkatan tax ratio penting karena diharapkan akan memperkuat basis fiskal negara, menyediakan dana yang cukup untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik, serta mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan United Nations (UN). Namun, tidak dimungkiri, upaya peningkatan tax ratio itu tidaklah mudah.

Tantangan utama untuk meningkatkan penerimaan pajak, salah satunya adalah ketergantungan Indonesia pada sektor tertentu. Sektor informal dan UMKM yang berkontribusi cukup signifikan pada perekonomian ternyata masih memiliki sumbangsih minim dalam penerimaan pajak. Kedua sektor ini belum sepenuhnya terjangkau sistem perpajakan.

Kemudian, kepatuhan pajak yang rendah juga menjadi masalah tersendiri. Hal ini dipengaruhi kurangnya kesadaran pajak, persepsi negatif terhadap penggunaan uang pajak oleh pemerintah, serta ketidakpastian hukum. Tax Justice Network (2020) juga mencatat penerimaan pajak yang tidak dapat dipungut akibat penghindaran pajak di Indonesia mencapai 42,29% dari belanja kesehatan.

Selain itu, administrasi pajak yang kurang efisien juga berpengaruh. Meskipun reformasi sudah dilakukan, seperti implementasi teknologi informasi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, efektivitas administrasi pajak masih perlu ditingkatkan. Memahami tantangan-tantangan ini adalah langkah pertama yang sangat krusial sebelum merumuskan strategi.

Banyak dari masalah tersebut merupakan tantangan yang sudah ada sejak lama sehingga solusi yang diimplementasikan harus bersifat inovatif dan berkelanjutan. Diperlukan strategi yang tidak hanya berfokus pada jangka pendek, tetapi juga jangka menengah hingga panjang dengan mempertimbangkan berbagai tantangan struktural dan teknis yang ada.

Perlu digarisbawahi bahwa meningkatkan tax ratio bukanlah tugas yang bisa diselesaikan dalam satu malam. Upaya ini membutuhkan pendekatan yang komprehensif dari berbagai aspek, mulai dari legislasi, administrasi, hingga sosialisasi kepada masyarakat. Reformasi yang diperlukan harus mencakup berbagai sektor dan melibatkan semua pihak terkait untuk memastikan keberhasilannya.

Strategi Jangka Pendek

TERKAIT dengan strategi jangka pendek peningkatan tax ratio, Prabowo-Gibran perlu menerapkan serangkaian kebijakan yang berfokus pada optimalisasi penerimaan pajak yang sudah ada. Kebijakan jangka pendek harus fokus pada langkah-langkah yang dapat segera meningkatkan penerimaan pajak karena ada kebutuhan untuk anggaran tahun berjalan.

Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah reformasi administrasi pajak. Mempercepat digitalisasi sistem pajak menjadi langkah kunci. Digitalisasi mencakup implementasi e-filing yang lebih luas dan pengembangan aplikasi pajak yang ramah pengguna. Pengembangan coretax administration system (CTAS) menjadi awal yang baik untuk peningkatan efisiensi pengumpulan pajak dan kemudahan pembayaran pajak.

Kemudian, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) pajak melalui pelatihan intensif juga sangat diperlukan. Tujuannya untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam mengidentifikasi potensi pajak yang belum tergali. SDM yang kompeten adalah kunci untuk administrasi pajak yang efektif.

Peningkatan kapasitas SDM itu juga perlu dibarengi dengan penegakan hukum yang lebih kuat. Dalam konteks pajak, penegakan hukum yang kuat ini mencakup pengawasan ketat terhadap praktik penghindaran pajak serta tindakan tegas terhadap berbagai pelanggaran pajak. Kebijakan ini harus dilengkapi dengan insentif untuk mendorong kepatuhan pajak secara sukarela.

Kebijakan yang mendorong kepatuhan pajak secara sukarela perlu dirancang dengan kombinasi insentif yang menarik dan sanksi yang lebih tegas bagi pelanggar. Insentif pajak dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan sukarela. Insentif ini seperti pengurangan tarif pajak bagi wajib pajak yang patuh atau penghapusan denda bagi mereka yang terlambat melaporkan pajak.

Strategi Jangka Panjang

UNTUK strategi jangka menengah dan panjang, pemerintah perlu berfokus pada perluasan basis pajak. Langkah ini dapat ditempuh dengan cara memperbaiki pendataan wajib pajak dan meningkatkan inklusi pajak bagi sektor informal dan UKM. Basis pajak yang luas adalah prasyarat untuk tax ratio yang tinggi.

Adapun perbaikan pendataan wajib pajak dilakukan termasuk melalui penggunaan teknologi informasi untuk melacak dan menganalisis data pajak. Dengan cara ini, pemerintah dapat mengidentifikasi wajib pajak yang belum terdaftar dan memfasilitasi proses registrasi mereka. Artinya, ada potensi penambahan wajib pajak baru.

Selain itu, perlu ada upaya yang lebih serius terkait dengan inklusi pajak pada sektor informal dan UKM. Pemerintah perlu mengembangkan program edukasi dan sosialisasi yang intensif untuk memasukkan sektor informal dan UKM ke dalam sistem perpajakan. Insentif bagi UKM yang terdaftar dan patuh pajak juga penting untuk mendorong partisipasi mereka.

Kemudian, pemerintah perlu merumuskan skema perpajakan yang adil dan merata. Artinya, setiap sektor, termasuk sektor informal dan UKM, berkontribusi sesuai dengan kapasitasnya. Skema ini harus mencakup tarif pajak yang proporsional, pemberian insentif bagi sektor yang memerlukan dukungan, serta pengenaan pajak digital pada transaksi online.

Pajak digital memiliki potensi besar untuk meningkatkan penerimaan dari ekonomi digital yang terus berkembang. Namun, hal ini harus disertai dengan regulasi yang jelas dan transparan guna menghindari dampak negatif. Selain itu, upaya untuk mengintegrasikan sektor informal ke dalam ekonomi formal melalui insentif pajak dan edukasi akan mendorong peningkatan penerimaan negara. Transparansi dalam penggunaan dana pajak juga krusial untuk membangun kepercayaan publik dan mendorong kepatuhan pajak yang lebih tinggi.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2024, sebagai bagian dari perayaan HUT ke-17 DDTC. Selain berhak memperebutkan total hadiah Rp52 juta, artikel ini juga akan menjadi bagian dari buku yang diterbitkan DDTC pada Oktober 2024.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.