Rizmy Otlani Novastria,
KUALITAS udara Jakarta berada pada urutan ketiga terburuk di dunia (IQAir, 2023). Konsentrasi polutan particulate matter 2,5 (PM2,5) di Ibu Kota Indonesia tersebut sebesar 15 kali lipat batas standar World Health Organization (WHO).
Berdasarkan pada data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), emisi karbon monoksida di Jakarta mencapai 28.317 ton per tahun. Indikator-indikator tersebut mengindikasikan adanya risiko ancaman kesehatan, termasuk kanker paru-paru.
Risiko itu tidak hanya muncul di area Jakarta, tetapi Indonesia secara keseluruhan. Menurut IQAir (2022), Indonesia berada pada peringkat 26 dari 131 negara paling berpolusi. Kadar polutan PM2,5 mencapai 6,1 kali lipat nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.
Kondisi tersebut menjadi masalah penting yang perlu diperhatikan pemerintah serta calon pemerintah dan legislatif selanjutnya. Salah satu gagasan yang dapat diusung dalam momentum tahun politik kali adalah penerapan pajak vehicle miles travel (VMT) dalam rangka mengurangi polusi.
Pajak VMT adalah pajak yang dikenakan berdasarkan jarak tempuh kendaraan. Skema ini menjadi makin relevan untuk Indonesia mengingat adanya fakta bahwa transportasi menjadi pemicu utama polusi udara di Tanah Air.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan sektor transportasi menyumbang 96,36% emisi karbon monoksida. Pengguna bahan bakar terbesar adalah sektor transportasi dengan kontribusi 44%.
PAJAK VMT juga dapat meningkatkan pendapatan negara serta membantu pendanaan infrastruktur transportasi. Hal ini dapat menjadi pendukung Indonesia dalam menjalankan roda pemerintahan 2024-2029. Apalagi, ada kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur di Ibu Kota Nusantara (IKN).
PAJAK VMT telah banyak diterapkan di berbagai negara karena memberikan beberapa benefit bagi masyarakat. Reduksi polusi adalah salah satu benefit yang bisa dirasakan masyarakat dengan adanya implementasi pajak VMT.
Sebagai contoh, Swedia telah menerapkan kilometre tax pada truk dan kendaraan komersial lainnya. Mekanisme tersebut berhasil mengurangi emisi CO2 sebesar 10% hingga 15%. Program tersebut mendorong efisiensi transportasi barang dengan mengenakan tarif berdasarkan jarak tempuh.
Belanda telah menjalankan uji coba VMT dengan melibatkan pemantauan jarak tempuh kendaraan. Berdasarkan pada studi 1994 hingga 2019 menggunakan Environmental Kuznet Curve Hypothesis Framework, Belanda berhasil mengurangi polusi melalui penerapan pajak VMT.
Sementara itu, penelitian dari University of Houston pada 2016 menyebutkan adanya penurunan konsumsi bahan bakar sebesar 1% sehingga mengurangi emisi karbon di Amerika Serikat.
Kemudian, negara bagian Oregon telah menjadi perintis dalam uji coba pajak VMT sejak 2015. Melalui program Oregon Road Usage Charge, Oregon berhasil mengatasi penurunan penerimaan pajak serta mendistribusikan manfaat yang lebih adil kepada pengguna jalan.
Studi ekonomi publik dari University of Arizona menyatakan pajak VMT di Amerika Serikat mampu meningkatkan belanja infrastruktur jalan senilai US$55 miliar per tahun serta meningkatkan kesejahteraan tahunan di Arizona senilai US$10 miliar.
Sejumlah dampak tersebut dikarenakan pajak VMT terdiferensiasi lebih baik dibandingkan dengan pajak bahan bakar dalam memengaruhi perilaku pengguna serta menciptakan eksternalitas yang lebih besar (Langer, 2017).
Selain itu, mobilitas berkelanjutan adalah benefit lain dari penerapan pajak VMT. Inggris telah berhasil mendukung mobilitas berkelanjutan melalui uji coba pajak VMT. Begitu pula Oregon yang mengenakan tarif VMT 10 cents pada saat jam sibuk dan 0.42 cents di luar jam sibuk untuk mengatasi kemacetan.
Hal tersebut mampu menekan kemacetan di Oregon karena pajak VMT memberikan insentif kepada pemilik kendaraan agar menggunakan transportasi dengan lebih efisien. Pajak VMT membuat pengemudi cenderung beralih pada transportasi umum dan menghindari mobilitas pada jam-jam sibuk.
TEKNOLOGI memainkan peran penting dalam pengawasan dan implementasi pajak VMT. Teknologi global positioning system (GPS) dan satelit dapat dimanfaatkan untuk melacak pergerakan kendaraan dengan akurasi tinggi.
Dengan demikian, data jarak tempuh secara akurat dapat diperoleh dalam rangka pengenaan pajak. Beberapa negara bagian di Amerika, seperti Iowa, Minnesota, dan Oregon, telah memanfaatkan teknologi GPS untuk melakukan pemungutan VMT.
Data terkait dengan total jarak tempuh pada akhir masa pajak dikirimkan kepada pemerintah negara bagian terkait. Nilai pajak terutang akan dihitung menggunakan teknologi on-board unit (OBU) dengan tarif berdasarkan pada determinan tertentu, seperti jam berkendara atau tempat tujuan.
OBU adalah perangkat yang dapat dipasang pada kendaraan untuk mengukur dan melacak data seperti jarak tempuh, konsumsi bahan bakar, dan emisi. Data-data tersebut diintegrasikan dengan sistem pengawasan pajak VMT.
Alternatif atas pemungutan pajak VMT adalah pay-at-the-pump seperti yang diterapkan di Nevada. Saat kendaraan berhenti di suatu titik tertentu, transponder yang dipasang di dalam kendaraan mengirimkan informasi ke kantor pusat untuk keperluan perhitungan pajak. Pengemudi akan menerima perhitungan nilai pajak VMT terutang.
Namun, mekanisme kedua ini kurang efektif dibanding mekanisme pertama. Hal ini dikarenakan pemasangan transponder dan keharusan untuk membangun mesin pemantau di berbagai titik akan meningkatkan kebutuhan belanja pemerintah.
Terlepas dari hal-hal tersebut, keberhasilan implementasi pajak VMT erat kaitannya dengan dukungan politik berbagai pihak, termasuk partai politik, eksekutif, dan anggota legislatif sehubungan dengan perumusan regulasi.
Selain itu, reaksi publik dapat bervariasi mengingat pajak VMT bukan sebuah kebijakan populer sebagaimana halnya insentif atau subsidi. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah terkait dengan privasi data serta dampaknya terhadap ekonomi.
Oleh karena itu, diperlukan kampanye edukasi publik untuk memberikan informasi yang akurat dan transparan tentang skema serta manfaat pajak VMT. Selain itu, perlu adanya dukungan dari organisasi lingkungan atau kelompok yang peduli terhadap transportasi berkelanjutan.
Analisis dampak ekonomi dan sosial, seperti efeknya terhadap pendapatan fiskal, pembangunan infrastruktur, serta inflasi, perlu dipertimbangkan secara menyeluruh. Proses implementasi pajak VMT pun perlu memperhatikan keamanan data pengguna untuk menghindari terjadinya kebocoran data.
Pada akhirnya, keberhasilan implementasi pajak VMT di berbagai negara serta manfaat yang dirasakan patut diusung sebagai sebuah gagasan baru oleh partai politik dalam pemilu 2024. Kolaborasi dengan berbagai pihak serta analisis dampak yang mendalam perlu dilakukan.
Alih-alih memberikan janji politik atas kebijakan populer, perhatian terhadap mobilitas transportasi berkelanjutan melalui skema pajak VMT perlu menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengatasi masalah polusi di Indonesia.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.