PENERAPAN insentif pajak melalui penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final untuk sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 tahun 2018 menggantikan PP No. 46 Tahun 2013.
Sebagai seorang presiden incumbent (presiden yang sedang menjabat pada saat pemilihan umum untuk pelaksanaan pemilihan presiden berikutnya), Jokowi kembali memasukkan pemberian insentif pajak bagi UMKM ke dalam visi misinya untuk kategori kebijakan pajak dalam mempersiapkan pemilu presiden periode 2019-2024.
Pencanangan program insentif pajak pada UMKM sejalan dengan visi misi Jokowi-Ma’ruf Amin poin nomor dua yaitu mendorong struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing.
Telah kita ketahui bahwa UMKM memegang peran penting dalam perekonomian Indonesia, data Kementerian Koperasi dan UKM serta data Bank Indonesia tahun 2014 sendiri menyebutkan bahwa jumlah UMKM yang ada mencapai 59,3 juta unit dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,6%.
Jumlah UMKM yang menjamur di seluruh Indonesia merupakan suatu ladang yang besar untuk meningkatkan pendapatan negara. Apalagi UMKM juga menyerap 99% dari tenaga kerja yang ada. Oleh karena itulah sudah sepatutnya UMKM membutukan prioritas tersendiri di mata pemerintah.
Pengertian insentif pajak pernah dilontarkan oleh A.Abdurachman, yang menyebutkan insentif pajak adalah suatu rencana pajak dengan jalan merubah struktur sistem perpajakan yang sudah ada, atau mengubah tingkat-tingkatnya atau akibatnya atau dengan perubahan lainnya yang layak yang dapat diharapkan akan memberi dorongan pada investasi atau kegiatan usaha pada umumnya.
Dilihat sekilas dari pengertian tersebut kita dapat tarik kesimpulan bahwa pemberian insentif pajak adalah bertujuan untuk menarik investor dan mengembangkan sayap dunia bisnis dengan mengubah beberapa peraturan yang ada untuk mempermudah atau memperingan para pelaku bisnis.
Hal ini tentu akan menjadi terobosan dari Jokowi-Ma’ruf untuk mengembangkan sektor industri berbasis lokal di kalangan masyarakat. Mengingat UMKM dalam sektor perpajakan masihlah belum terlalu bergairah.
Terlihat dari data Ditjen Pajak yang menyatakan bahwa pada 2017 UMKM yang membayar surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak hanya sejumlah 1,4 juta UMKM dengan penerimaan negara Rp5,8 triliun. Padahal jumlah total dari seluruh UMKM yang ada di Indonesia sekitar 60 juta pelaku usaha.
Hal ini tak diherankan karena jumlah total UMKM yang baru terdaftar dalam Direktorat Jendral Pajak dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) baru sekitar 2,3% (1,4 juta pelaku usaha). Hal ini tentu akan menjadi tantangan tersendiri bagi Jokowi-Ma’ruf apabila seandainya mereka terpilih untuk menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024.
Ketika insentif pajak diberlakukan sosialisasi yang tepat sasaran harus dilakukan dengan se-efektif mungkin demi menciptakan iklim pajak yang baik dan masyarakat yang tertib pajak mengingat sistem perpajakan Indonesia adalah self assessment system.
Bentuk-bentuk dari insentif pajak itu sendiri menurut Splitz yang dikutip Erly Suandy dapat berupa pengecualian dari pengenaan pajak, pengurangan dasar pengenaan pajak, pengurangan tarif pajak dan penangguhan pajak. Kini yang menjadi pertanyaan adalah bentuk insetif pajak seperti apa yang akan diberlakukan Jokowi-Ma’ruf Amin untuk UMKM tersebut?
Insentif pajak bukanlah hal baru dalam dunia perekonomian. Banyak negara sudah pernah menerapkan insentif pajak ini. Sebagai salah satu contohnya adalah Singapura. Singapura sebagai salah satu negara di wilayah Asia Tenggara sudah sering kali membuat kebijakan insentif pajak. Bahkan selama dua dekade sejak kemerdekaannya pada tahun 1965 Singapura terus mengencarkan kebijakan insentif pajak.
Di Indonesia sendiri insentif pajak bukan kali pertama diterapkan. Beberapa kali Indonesia membuat kebijakan insentif pajak. dimulai pada 1967 di mana Indonesia membuat kebijakan tax holiday yaitu pembebasan pajak hal ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengundang para investor asing.
Hingga yang terbaru adalah pada 2016 di mana Jokowi menandatangani PP No. 9 Tahun 2016 tentang fasilitas atau insentif PPh untuk penanam modal di bidang usaha tertentu, revisi dari PP No. 18 Tahun 2015.Insentif ini diberikan dalam rangka mempercepat penciptaan lapangan kerja lewat peningkatan investasi industri padat karya.
Belum lama ini, Jokowi juga memberi insentif pajak berupa pengurangan PPh final dari 1% menjadi 0,5% untuk UMKM dengan omzet kurang dari Rp. 4,8 miliar per tahun. Walaupun begitu insentif pajak juga terdapat kelemahan yaitu mengurangnya penerimaan negara. Oleh karena itulah dibutuhkan suatu koordinasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat agar negara tidak merugi.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.