Student: What are taxes and how I pay them/ School system: Worry not. Mitochondra is the powerhouse of the cell. (iFunny.com)
ANEKDOT di atas mungkin tidak serta-merta bisa dipahami. Namun, untuk setidaknya memahami mengapa fenomena ini terjadi, mari kita sejenak berefleksi terlebih dahulu. “Pernahkah anda mempelajari pajak dalam pendidikan formal?”
Bagi anda yang saat ini berkuliah di jurusan akuntansi dan perpajakan, jawabannya bisa jadi “Ya”. Namun bagi anda yang tidak mengambil kedua jurusan tersebut, terlebih anda yang semasa SMA mengambil jurusan IPA, kemungkinan besar jawaban anda adalah “Tidak”.
Menurut saya, hal ini merupakan sebuah ironi, karena pajak hampir selalu ada dalam setiap aspek kehidupan kita yang terkait dengan transaksi dan keuangan. Anda mendapat gaji, gaji anda dipotong Pajak Penghasilan—tapi anda tidak mengerti mengapa jumlah potongannya sebanyak itu. Anda membeli peralatan rumah tangga di toko, anda dipungut Pajak Pertambahan Nilai–tapi tidak paham mengapa pungutannya sebesar itu.
Dari sini kita dapat melihat adanya kesenjangan antara kebutuhan akan pengetahuan praktis tentang pajak dengan pengetahuan yang didapatkan dari dunia pendidikan. Titik inilah yang menurut saya menjadi kelemahan dari sistem pendidikan dan perpajakan Indonesia.
Sistem perpajakan Indonesia tidaklah mudah dan tergolong kompleks, namun sistem pendidikannya saja tidak pernah mengajarkan pentingnya membayar pajak ataupun aspek-aspek paling sederhana dalam pembayaran pajak seperti melaporkan SPT atau membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Maka jangan heran apabila dari berdasarkan tulisan “Refleksi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak” yang dimuat di situs Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), hanya 29,4% dari total 93,72 juta penduduk Indonesia bekerja yang terdaftar sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi dan memiliki NPWP.
Sampai sekarang saja, apabila ada teman yang bertanya, “Gimana sih, cara daftar NPWP?”, saya akan selalu berlindung di balik jawaban, “Googling aja, nanti buka situsnya Ditjen Pajak, informasi disana sudah jelas, kok.”
Terkait dengan permasalahan tersebut, saya menawarkan dua alternatif strategi yang dapat diambil oleh pemerintah terkait pendidikan pajak, sehingga diharapkan dapat menjaring anak-anak muda untuk menjadi “Generasi Asik Peduli Pajak” yang akan menjadi tumpuan pembangunan negara Indonesia di masa yang akan datang.
Caranya? Jadikan perpajakan sebagai bagian penting dari kurikulum pendidikan formal dan manfaatkan media sosial untuk menyebarkan kepedulian pajak.
Berbasis Pendidikan Formal
PENDIDIKAN untuk anak SD dan SMP bisa dilakukan dengan mengajarkan bagaimana pentingnya pajak bagi kehidupan bangsa dan negara dengan memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan kewarganegaraan.
Pergenalan terhadap pajak tidak perlu dilakukan dengan pendekatan teknis namun lebih kepada ilustrasi-ilustrasi sederhana, misalnya dengan mengajarkan bahwa subsidi pendidikan, rumah sakit, pembangunan fasilitas umum dan jalan, semuanya membutuhkan uang dan sumber uang tersebut adalah pembayaran pajak yang dilakukan oleh penduduk Indonesia. Nantinya, anak-anak diharapkan memiliki kepedulian sejak usia dini bahwa pajak adalah komponen penting bagi kehidupan bernegara.
Sementara itu untuk jenjang pendidikan SMA dilakukan dengan memberikan pengetahuan teknis mengenai cara penghitungan pajak, mekanisme pembayaran dan pelaporan pajak. Saat ini, banyak lulusan SMA dan SMK yang memutuskan untuk tidak melanjutkan jenjang pendidikan di tingkat universitas dan memilih langsung bekerja, dan tidak sedikit pula yang sejak usia tersebut menjalankan bisnisnya sendiri sehinnga diperlukan pembekalan bagi mereka agar setidaknya mengerti mekanisme pembayaran dan pelaporan pajak, khususnya pajak penghasilan, yang berlaku di Indonesia.
Saat ini, Ditjen Pajak sudah menjalankan program serupa bernama Pajak Bertutur untuk menyasar generasi muda agar peduli pajak sedari dini. Namun menurut saya secara pribadi, masih diperlukan program serupa dengan skala yang lebih masif sehingga saya menyarankan adanya kerja sama yang dapat dijalin kerjasama antara Ditjen Pajak dan Kementerian Pendidikan dan Budaya.
Ditjen Pajak berperan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang melakukan penyuluhan dan pengajaran, sementara itu Kementerian Pendidikan dan Budaya memberikan akses pendidikan pajak ke kurikulum pendidikan dasar.
Berbasis Media Sosial
Selain dengan menggunakan pendekatan lewat pendidikan formal, tentunya cara-cara informal seperti penggunaan media sosial dapat diambil oleh pemerintah, dalam hal ini Ditjen Pajak.
Saya sendiri mengagumi betapa interaktifnya admin media sosial dari lembaga pemerintahan saat ini, terlebih akun Twitter milik Ditjen Pajak yang “kekinian” dengan balasan-balasan tweet yang unik dan lucu. Cara-cara semacam ini bisa menumbuhkan kesadaran mengenai perpajakan, setidaknya dalam hal yang sederhana seperti adanya perbedaan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi Wajib Pajak yang belum menikah atau jomblo dengan yang sudah menikah.
Ditjen Pajak dapat membuat konten-konten video menarik terkait pentingnya pajak, membuat sebuah akun khusus di Instagram atau Twitter yang khusus berisikan materi mengenai dasar-dasar perpajakan yang setidaknya perlu dipahami oleh warga negara Indonesia.
Materi-materi yang dapat diisikan dapat berupa cara membuat NPWP, kapan batas pelaporan SPT Tahunan bagi orang pribadi, bagaimana cara membayar pajak bagi pemilik usaha pribadi, dan hal-hal mendasar lainnya yang penting untuk diketahui bagi warga negara.
Sekalipun saat pemerintah sedang disibukkan dengan rencana reformasi peraturan perpakan yang berfokus pada bagaimana caranya menjaring pajak di saat ini, tidak ada salahnya untuk sejenak membagi pikiran dan fokus untuk menjaring kepedulian anak muda tentang pajak.
Generasi muda saat inilah yang akan menjadi tumpuan perpajakan Indonesia di masa yang akan datang, sehingga menjadi penting bagi pemerintah untuk mengembangkan kepedulian mengenai pajak dari mereka.
Cara-cara yang saya tawarkan hanyalah sedikit dari berbagai macam cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendapatkan “perhatian” generasi muda. Oleh karena itu, mari bersama-sama menciptakan “Generasi Asik Peduli Pajak” dengan menyebarkan pentingya pajak di manapun kita berada.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.