Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng (kiri) saat memberikan paparan dalam diskusi ekonomi di Universitas Jember, Jawa Timur, Jumat (28/6/2019). (Foto: Universitas Jember)
JEMBER, DDTCNews—Bank Indonesia mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Pasalnya, perang dagang itu telah memengaruhi kondisi ekonomi dunia, yang berimbas pada turunnya volume perdagangan dunia.
Sugeng, Deputi Gubernur Bank Indonesia, mengatakan perang dagang yang berkelanjutan bakal menimbulkan ketidakpastian ekonomi yang merugikan semua pihak. Karena itu, salah satu antisipasi yang bisa diambil di antaranya memperkuat industri manufaktur di dalam negeri.
“Banyak harga komoditas global yang jadi andalan Indonesia seperti minyak sawit, batu bara, tembaga dan lainnya yang turun, hanya harga karet dan timah yang naik,” katanya saat berdiskusi dengan akademisi di Universitas Jember, di Jember, Jawa Timur, Jumat (28/6/2019).
Akan tetapi, Sugeng menjelaskan, pada saat yang sama perang dagang juga membuka kesempatan bagi Indonesia untuk mengekspor lebih banyak barang ke AS. Selain itu, ada potensi bertambahnya investasi langsung ke Indonesia dari pengalihan pabrik di China.
Di sisi lain, perang dagang terbukti tidak membuat nilai tukar rupiah bergejolak. Dari data BI nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari awal Juni hingga 21 Juni 2019 menguat 0,85%. Kondisi ini diharapkan mendorong kembali aliran masuk modal asing dan makin memperkuat rupiah.
Dengan situasi itu, katanya, Indonesia memiliki modal besar untuk bisa meraih dana investor global. Apalagi, kondisi sosial politik juga stabil setelah Pemilu lalu. Dengan modal dasar itu, ia optimistis Indonesia dapat lolos dari jebakan Perang Dagang ini.
“Banyak investor percaya demokrasi di Indonesia sudah berjalan baik, mereka nyaman berinvestasi di Indonesia. Buktinya ketika pemerintah merilis Samurai Bond ke Jepang, tetap banyak yang tertarik bahkan dengan tenor 15 tahun,” katanya.
M. Miqdad, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember, menambahkan paling tidak ada beberapa hal yang patut mendapatkan perhatian BI dan pemerintah di tengah era perang dagang ini. Di antaranya adalah menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kemudian menjaga laju inflasi, memperkuat daya saing dan menjaga kemandirian pangan serta mewaspadai gelombang deindustrialisasi. Selain itu, meningkatkan penerimaan pajak (tax ratio), serta mengawasi subsidi energi.
“Kita juga harus mengawasi penyaluran dana desa yang mencapai Rp70 triliun. Satu hal lagi, antisipasi terhadap pertumbuhan ekonomi digital dalam rangka revolusi industri 4.0,” katanya seperti dilansir dari unej.ac.id. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.