UNIVERSITAS TARUMANEGARA

Ditjen Pajak Tegaskan Pentingnya AEoI

Redaksi DDTCNews
Selasa, 14 November 2017 | 13.52 WIB
Ditjen Pajak Tegaskan Pentingnya AEoI

Suasana seminar perpajakan di Universitas Tarumanegara. (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – Dalam rangka memperdalam edukasi mengenai praktik penghindaran pajak, aggressive tax planning dan berbagai tantangannya, Universitas Tarumanegara menyelenggarakan seminar bertajuk Automatic Exchange of Information (AEoI).

Direktur Perpajakan Internasional P.M. John L. Hutagaol mengatakan pemerintah telah mempersiapkan berbagai langkah untuk menyambut AEoI pada tahun depan. Keikutsertaan Indonesia dalam AEoI juga menjadi upaya pemerintah dalam menangani Base Erotion Profit Shifting (BEPS).

“Nanti pertukaran data itu bisa diperoleh secara otomatis, meski sebelumnya juga bisa dilakukan berdasarkan request maupun spontan. Bahkan tahun depan, pengolahan big data wajib pajak juga akan dilakukan dengan teknologi yang canggih dan tidak secara manual,” ujarnya di Universitas Tarumanegara Jakarta, Selasa (14/11).

Mengingat, pemerintah akan menerima aliran data wajib pajak yang sangat besar dari berbagai institusi keuangan saat mengikuti AEoI.  Maka dari itu, otoritas pajak akan memanfaatkan perkembangan teknologi untuk mempermudah pengolahan data wajib pajak.

Adapun manfaat positif dari keikutsertaan Indonesia dalam AEoI seperti peningkatan kepatuhan wajib pajak juga menjadi incaran pemerintah. Pasalnya, praktik penghindaran pajak hingga saat ini masih kerap terjadi dengan berbagai skema seperti yang diungkapkan dalam Paradise Papers atau Panama Papers.

“Manfaat lain dari program AEoI yaitu karena 102 yurisdiksi atau negara yang tergabung di dalam AEoI akan semakin mempersempit wilayah untuk wajib pajak menghindari pengenaan pajak,” paparnya.

Kendati demikian, Indonesia baru akan efektif memasuki era keterbukaan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan pada batch ke-2 yaitu pada bulan September 2018 untuk skala internasional. Sementara pertukaran informasi keuangan skala domestik akan dilakukan lebih dulu.

Di samping itu, meski sejumlah negara sudah menjalankan multilateral competent authority agreement (MCAA), John menyebutkan adanya bilateral competent authority agreement (BCAA) yang mengharuskan suatu negara harus membuat kesepakatan baru dengan satu negara lainnya. (Amu)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.