JAKARTA, DDTCNews—Sebanyak 73,91% memilih single identity number (SIN) sebagai satu identitas tunggal untuk menggabungkan data keuangan pada NPWP dan data nonkeuangan yang ada pada e-KTP.
Dalam lomba debat #MariBicara DDTCNews kali ini ada total 23 peserta yang berpendapat. Hanya 6 peserta yang ingin pemerintah tetap fokus pada NPWP. Kalaupun ada perluasan fungsi NPWP, hanyalah terbatas.
DDTCNews menetapkan Ridwan Pandu Sunaryo asal Klaten, Jawa Tengah sebagai pemenang lomba debat periode 1-15 Desember 2019. Ridwan berpendapat penggunaan SIN merupakan kebutuhan nasional.
“Implementasi SIN akan memudahkan pengujian kepatuhan WP karena basis data yang semakin lengkap. Hal ini akan mempersempit celah penghindaran pajak,” kata Ridwan.
Menurut dia, meskipun ini langkah yang baik tetapi tidak mudah dalam implementasinya. Pertama, implementasi akan melibatkan berbagai institusi sehingga ego sektoral dan political will harus dikesampingkan.
Kedua, perlu aturan yang kuat terkait perlindungan data WP serta sistem IT yang baik. Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan opsi penunjukkan badan independen untuk implementasinya.
Peserta lomba debat lain Trisna JN Wulandari juga setuju agar SIN diimplementasikan tetapi selain dasar hukum, keamanan dan kerahasiaan data, ada satu hal yang harus diperhatikan.
“Penduduk Indonesia masih banyak yang belum melek teknologi sehingga harus disertai dengan sosialisasi yang menyeluruh dalam implementasi SIN,” tambah Trisna.
Sementara itu, salah satu dari 6 peserta yang tidak setuju bernama Atma Vektor Mercury mengatakan berbagai perizinan antarkementerian dan lembaga yang terlibat dalam implementasi SIN ini justru akan memakan waktu cukup lama.
“Buktinya dengan prototype Kartin1 yang dirilis pada 2017 sampai sekarang belum dapat dieksekusi di masyarakat,” kata Atma.
Ada juga Muhammad Yusaka yang mengatakan untuk implementasi SIN butuh banyak persiapan antara lain, kapasitas teknologi, sinkronisasi, dan yang paling krusial keamanan data.
Daripada melahirkan beban baru yang akan ditanggung oleh DJP, lebih baik DJP tetap menggunakan NPWP dan mengoptimalkan pemanfaatan instrumen pengumpulan data yang sudah ada.