Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan turut memperbarui kriteria penghasilan penambang aset kripto yang dikenai pajak.
Penambang aset kripto adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan verifikasi transaksi aset kripto untuk mendapatkan imbalan berupa aset kripto, baik sendiri-sendiri maupun dalam kelompok penambang aset kripto (mining pool).
“Penghasilan yang diterima atau diperoleh penambang aset kripto sehubungan dengan aset kripto sebagaimana dimaksud dalam pasal 356 huruf c merupakan objek pajak penghasilan,” bunyi Pasal 365 ayat (1) PMK 81/2024, dikutip pada Rabu (6/11/2024).
Penghasilan sehubungan dengan aset kripto yang dimaksud tersebut meliputi:
Lebih lanjut, penghasilan penambang aset kripto tersebut dikenai PPh Pasal 22 dengan tarif 0,1% dari penghasilan yang diterima atau diperoleh penambang aset kripto, tidak termasuk PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
PPh Pasal 22 tersebut bersifat final dan wajib disetor sendiri oleh penambang aset kripto, serta dilaporkan melalui SPT Masa PPh Unifikasi.
Dalam hal penghasilan berupa aset kripto, penghasilan tersebut harus dikonversikan ke rupiah sesuai dengan nilai aset kripto pada saat diterima/diperoleh, dalam sistem Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang dipilih oleh penambang aset kripto berdasarkan:
yang diterapkan secara konsisten.
Penambang Aset Kripto yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 366 ayat (2) PMK 81/2024 dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). (rig)