SUMITRO DJOJOHADIKUSUMO:

'Kalau Antibiotik Tak Mempan, Rombak Sistemnya'

Redaksi DDTCNews | Jumat, 24 Februari 2017 | 17:54 WIB
'Kalau Antibiotik Tak Mempan, Rombak Sistemnya'

Sumitro Djojohadikusumo

JAKARTA, DDTCNews – Pada setiap zaman yang tak mudah, sosialisme dan rangkaian narasi besarnya biasa direspons dengan getir dan mendapatkan komentar nyinyir: Kau bisa bicara berbusa-busa tentang kemiskinan dan ketimpangan sembari sarapan roti hangat dan teh manis di pagi hari.

Mungkin itu tak sepenuhnya salah. Tapi kita tahu, betapa tak adilnya mengukur kegunaan ide-ide sosialisme dari kacamata praksis komunisme. Kita tahu persis apa yang sebenarnya terjadi, dan arah mana yang hendak dituju apabila kegunaan ideal serta-merta diukur melalui parameter material: Syak dan wasangka.

Itulah yang agaknya tergambar pada sebagian wajah Sumitro Djojohadikusumo (1917-2001), doktor ekonomi pertama Indonesia yang rekornya niscaya tidak akan pecah sampai kapan pun: Ekonom sekaligus pejabat ekonomi yang menjadi saksi atas tiga kali krisis ekonomi di Indonesia, yakni pada era 1950, 1965, dan 1998.

Baca Juga:
Antisipasi Risiko Global, BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

“Saya ingin generasi sekarang tidak mengalami apa yang saya alami,” kata Sumitro kepada wartawan suatu malam pada awal Januari 1998. “Saya ikut membetulkan ekonomi Indonesia yang rusak, dua kali sepanjang hidup saya. Saya tahu persis betapa susahnya membangun kembali ekonomi seperti itu.”

Sumitro, perokok berat dan penyuka kopi yang berumur panjang ini, adalah menteri perindustrian dan perdagangan pada 1950-1951 yang kemudian menjadi menteri keuangan periode 1951-1952. Setelah kembali dari pelariannya, ia lalu menjabat menteri perdagangan pada 1968-1973, dilanjutkan sebagai menteri riset pada 1973-1978.

Berada tepat di jantung pengambil keputusan ekonomi pada dua era krisis ekonomi sekaligus dua era kepemimpinan berbeda tersebut membuat pembaca Marx dan Schumpeter yang menjadi besan mantan Presiden Soeharto ini bisa melihat lebih tajam, bahwa bukan para pengelola kebijakan moneter-lah yang bertanggung jawab atas krisis 1998.

Baca Juga:
Politisasi Bansos saat Pemilu Tak Terbukti, Jokowi Ingatkan Persatuan

Sebab apa yang kemudian disebut krisis moneter dan krisis nilai tukar itu, menurut Sumitro, pada dasarnya adalah simptom atau gejala dari akar masalah yang lebih dalam lagi, yaitu penyakit institusi (institutional disease) yang melanda hampir seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan inilah sebetulnya akar masalah penyebab utama krisis ekonomi 1998.

“Kalau cuma krisis moneter atau krisis nilai mata uang itu obatnya cukup aspirin. Tapi karena ini levelnya sudah institutional disease, maka perlu antibiotik. Sembuh dulu institutional disease itu, nanti krisis moneter akan sembuh sendiri. Bukan sebaliknya,” kata anggota Partai Sosialis Indonesia pimpinan Sutan Sjahrir ini.

Lalu bagaimana jika antibiotik yang diberikan tak kunjung mempan dan bisa menyembuhkan penyakit institusi tadi? “Kalau begitu ya berarti seluruh sistem politiknya yang bermasalah. Ya itu artinya harus ada perombakan pemerintahan. Harus dirombak,” tandasnya kalem, seolah tak berpikir bahwa pernyataannya bisa dianggap subversif.

Baca Juga:
Harga Beras di Daerah Mulai Turun, Begini Hasil Pantauan BPS

Tapi memang, perombakan sistem itulah yang akhirnya benar-benar terjadi. Hanya selang beberapa hari setelah pernyataan Sumitro itu, gelombang demonstrasi mahasiswa pun kian tereskalasi di berbagai penjuru negeri. Akhirnya, Mei 1998, di bawah tekanan berbagai pihak, Presiden Soeharto pun memutuskan untuk mengundurkan diri.

Lalu apa kesaksian ayahanda Prabowo Subianto ini? “Saya tidak berpikir saya-lah arsitek kebijakan ekonomi Indonesia," kata Sumitro suatu hari. "Saya hanya membawa beberapa material bangunannya. Sang arsitek akan datang menyusul, yang mungkin nanti akan memanfaatkan beberapa material yang saya bawa tadi."*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 15:14 WIB KEBIJAKAN MONETER

Antisipasi Risiko Global, BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Senin, 22 April 2024 | 11:50 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Beras di Daerah Mulai Turun, Begini Hasil Pantauan BPS

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 12:00 WIB PROVINSI GORONTALO

Tarif Pajak Daerah Terbaru di Gorontalo, Simak Daftarnya

Jumat, 26 April 2024 | 11:47 WIB KONSULTASI PAJAK

Ada NITKU, NPWP Cabang Tidak Berlaku Lagi?

Jumat, 26 April 2024 | 11:30 WIB KP2KP MUKOMUKO

Petugas Pajak Ingatkan WP soal Kewajiban yang Sering Dilupakan PKP

Jumat, 26 April 2024 | 11:21 WIB KINERJA FISKAL

APBN Catatkan Surplus Rp 8,1 Triliun pada Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 11:13 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Status PKP Dicabut, Tak Bisa Lapor SPT Masa PPN Normal dan Pembetulan

Jumat, 26 April 2024 | 11:09 WIB PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Secara Neto Kontraksi 8,86 Persen di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS KEPABEANAN

Kriteria Barang Bawaan Impor yang Wajib Diperiksa via Jalur Merah

Jumat, 26 April 2024 | 10:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Sertel ke KPP Hanya Bisa oleh Pengurus Badan, Siapa Saja?

Jumat, 26 April 2024 | 10:00 WIB KABUPATEN KLUNGKUNG

Penerimaan Pajak Belum Optimal, Pemkab Bikin Satgas Libatkan Pemuda

Jumat, 26 April 2024 | 09:50 WIB PEMERIKSAAN PAJAK

Terkait Transfer Pricing, Pemeriksaan Kantor Bisa Diubah ke Lapangan