UU CIPTA KERJA

Januari 2021, Aturan Turunan Klaster Perpajakan Ditargetkan Terbit

Redaksi DDTCNews
Rabu, 16 Desember 2020 | 17.36 WIB
Januari 2021, Aturan Turunan Klaster Perpajakan Ditargetkan Terbit

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar. (tangkapan layar Youtube DJP)

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) akan memerinci dan mempertegas perubahan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Hal ini akan dituangkan dalam aturan turunan.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar mengatakan secara garis besar, ada 6 perubahan kebijakan UU PPN yang masuk dalam UU Cipta Kerja. Pertama, konsinyasi bukan termasuk dalam penyerahan barang kena pajak (BKP).

Kedua, penyertaan modal dalam bentuk aset (imbreng) tidak terutang PPN. Ketiga, penyerahan batu bara termasuk penyerahan BKP. Keempat, relaksasi hak pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak (PKP).

Kelima, pencantuman nomor induk kependudukan (NIK) pembeli yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam faktur pajak. Keenam, pengaturan faktur pajak untuk PKP pedagang eceran.

“Kami minta masukan dari pelaku usaha terkait dengan aturan turunan untuk tingkat PP dan perubahan PMK," katanya dalam acara Gelar Wicara UU Cipta Kerja Klaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan, Rabu (16/12/2020).

Arif menuturkan salah satu poin perubahan yang masih menjadi bahan diskusi otoritas untuk dibuat regulasi turunannya ialah terkait pengaturan faktur pajak untuk PKP pedagang eceran. Menurutnya, aturan turunan dari perubahan tersebut wajib mengakomodasi kegiatan usaha yang dilakukan secara daring.

Dia menyebutkan masih terdapat beberapa isu dalam membuat aturan turunan untuk faktur pajak bagi PKP pedagang eceran, terutama untuk transaksi yang dilakukan secara daring. Pada regulasi yang berlaku sekarang kategori pedagang eceran adalah saat pembeli melakukan pembelian secara langsung.

“Mudah-mudahan nanti kita lebih pertegas lagi bahwa kriteria pedagang eceran itu yang karakteristik pembelinya adalah end user. Apakah pemesanan kita via handphone itu dianggap sebagai surat pemesanan? Ini yang masih menjadi diskusi. Akan kita tegaskan lagi pengaturannya,” kata Arif.

Dalam kesempatan itu, Arif juga menjelaskan mengenai perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang juga masuk dalam UU Cipta Kerja. Perubahan pada UU KUP, sambungnya, dilakukan untuk mendorong kepatuhan suka rela wajib pajak.

Semangat tersebut terlihat dari perubahan skema sanksi administratif yang dibuat berjenjang sesuai tingkat kesalahan wajib pajak. Kemudian, DJP memisahkan penegakan hukum pidana dan administratif untuk memberikan kepastian.

“Ada beberapa ketentuan yang nanti akan diatur di dalam PP maupun di dalam perubahan PMK. Mudah-mudahan nanti awal Januari kedua ketentuan tersebut sudah bisa diterbitkan. Sekarang masih dalam proses. Kami persilakan Bapak/Ibu sekalian memberikan masukan dalam penyusunannya,” imbuh Arif. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.