Ilustrasi. (Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Konsolidasi fiskal perlu dilakukan guna menjaga kredibilitas dan keberlanjutan jangka panjang.
Analis Kebijakan Madya BKF Wahyu Utomo menerangkan bila pemerintah gagal mengembalikan defisit anggaran ke level di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2023 sesuai dengan amanat UU 2/2020, keberlanjutan fiskal jangka panjang akan terganggu.
"Risiko fiskal akan makin sulit dikendalikan dengan beban bunga utang dan pokok uang yang meningkat. Ruang fiskal juga makin terbatas," ujar Wahyu, Rabu (28/4/2021).
Selain itu, ada risiko kenaikan rasio utang menjadi hingga 50% terhadap PDB pada 2026 dan melonjak ke level 60% dari PDB pada 2037. Rasio utang tersebut jauh berada di atas rata-rata rasio utang pada 2015 hingga 2019 yang mampu dijaga sebesar 29%.
Debt service ratio juga berpotensi mencapai 43%, sedangkan interest ratio atau rasio bunga utang berpotensi naik hingga 25%. Pokok dan bunga utang berisiko mencapai 50% dari total belanja. Bunga utang juga bisa mengambil porsi 22% dari total belanja.
“Ini menjadi risiko di masa depan dan mengganggu keadilan antargenerasi," ujar Wahyu.
Bila pemerintah berhasil melakukan konsolidasi fiskal sesuai dengan komitmen UU 2/2020, debt service ratio setidaknya dapat dijaga pada level 43% dengan rasio bunga utang hanya sebesar 18,4%. Pokok dan bunga utang diharapkan bisa terjaga pada level 37% dari belanja dengan total bunga utang sebesar 16% dari total belanja.
Dengan demikian, ruang fiskal menjadi makin fleksibel dan dapat menjadi modal untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif pada masa mendatang. (kaw)